Senin, 21 November 2011

SERAMNYA DUNIA PENDIDIKAN KITA


SISRIYANI
NIM : 309122054
PENDIDIKAN ANTROPOLOGI SOSIAL

Pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap, perilaku serta akademik juga proses pengembangan kepribadian dan kemampuan seseorang yang ditangani oleh suatu lembaga, yaitu sekolah. Sekolah merupakan tempat dimana dilakukannya proses pendidikan tersebut, agar proses pendidikan ini berjalan dengan lancar.
Pendidikan menurut para ahli diantaranya Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.1889-1959) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: “pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”. Itu artinya pendidikan dimaksudkan sebagai pengembangan diri baik itu pengembangan karakter maupun kekuatan bathin juga mengembangkan pikiran dalam artian kepintaran seorang anak yang nantinya akan berguna bagi dirinya maupun masyarakat yang ia diami.
Pendidikan juga berarti suatu proses memanusiakan manusia secara manusiawi agar menjadi manusia yang baik. Itu artinya pendidikan adalah suatu proses bimbingan atau pertolongan yang dilakukan oleh seseorang terhadap seorang anak agar anak ini tadinya menjadi orang yang terampil dalam melaksanakan tugas hidupnya, untuk menjadi orang yang lebih baik dan cermat dalam menjalani hidupnya.
Itulah beberapa pemgertian dari artian kata pendidikan. Namun tanpa kita sadari sekarang ini pendidikan di Negara Indonesia sangat menyedihkan sekali. Mengapa? Karena pendidikan yang sudah direncanakan dengan begitu apiknya didalam suatu rancangan perundang-undangan nyatanya belum terlaksana sesuai dengan makna atau isi dari undang-undang tersebut. Mengapa terjadi kejadian seperti ini? Inilah yang akan kita bahas kali ini.
Bagaimana proses pendidikan di Indonesia sekarang ini, kerancuanlah yang terjadi. Kenapa dikatakan seperti ini, karena memang hal inilah yang terjadi pada masyarakat kita. Kesedihan yang dimiliki oleh kaum kita yang ekonominya sangat minim, atau dikategorikan penduduk yang berpendapatan rendah. Mereka adalah orang-orang yang kurang sekali mengecap dunia pendidikan. Mereka yang tidak memiliki biaya karena mereka tidak memiliki cukup uang maka pendidikan mereka dapat dinyatakan sangat rendah. Karena maksimum pendidikan yang mereka rasakan hanya sebatas Sekolah Menegah Atas atau bahkan tak jarang ada beberapa penduduk di Indonesia ini yang masih mengecap dunia pendidikan Sekolah Dasar.
Sudah kita liat bersama-sama sungguh perihnya dunia pendidikan, di Negara Indonesia yang kita cintai ini. Maka pokok pembahasan selanjutnya adalah tentang beberapa permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia di dalam persoalan pendidikan, yang membuatnya menjadi tampak menyeramkan, diantaranya:
1.      Mahalnya Biaya Pendidikan
Mahalnya biaya pendidkan adalah faktor utama dari beberapa masalah pendidikan di Indonesia. Dikatakan demikian karena di Indonesia pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi sekali pun biayanya terbilang masih sangat mahal. Hal inilah yang menyebabkan beberapa anak yang memiliki orang tua yang berpendapatan rendah tidak dapat menyanggupi biaya yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Dan pada akhirnya anak tersebut harus memilih untuk PUTUS SEKOLAH.
Lalu dengan adanya kata “pendidikan bermutu itu mahal”. Ini juga yang menyebabkan mereka yang memiliki ekonomi rendah tersebut malah lebih memilih untuk tidak bersekolah, itu karena mereka tidak sanggup untuk membayar biaya yang sangat mahal tersebut. Walaupun sekarang sudah dicanangkannya program Bantuan Operasional Siswa atau yang lebih dikenal dengan program BOS oleh pemerintah, nyatanya saat ini bantuan tersebut masih belum bisa mengatasi masalah mahalnya biaya pendidikan.

2.      Kurangnya Pemerataan Pendidikan di Indonesia
Bagi sebagian orang, pendidikan merupakan hal yang biasa. Namun mereka yang tinggal didaerah terpencil, pendidikan itu adalah suatu barang mewah atau sangat berharga. Hal ini masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia yang terisolir atau daerah terpencil. Walaupun sekarang sudah ada perbaikan pendidikan didaerah terpencil ini, namun yang terjadi saat ini masih ada disebut dengan daerah tertinggal. Kenapa? Karena daerah ini masih sulit dijangkau dalam akses jalannya. Misalnya di daerah pedalaman sana, mereka yang ingin bersekolah harus melewati rute jalan yang sangat jelek akibat cuaca buruk (hujan). Terlebih lagi ada beberapa dari mereka yang harus menyebrang sungai. Ini juga yang membuat para siswa malas untuk bersekolah. Ya seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana warganya yang tinggal jauh dari daerah perkotaan. Sarana dunia pendidikan (Sekolah) harus dibuat dekat dengan pemukiman daerah warga yang berada di daerah-daerah terpencil tersebut, agar meratanya pendidikan di Indonesia. Agar tercipta iklim dunia pendidikan di Indonesia bukan hanya milik mereka yang tinggal di kota, tapi juga bagi mereka yang tinggal di desa. Karena pendidikan milik semua warga Negara yang tinggal di Indonesia.
Ada juga beberapa masalah yang terjadi dalam pemerataan pendidikan, diantaranya masalah pendidikan usia dini yang masih sangat terbatas. Ini terbukti walaupun dibeberapa sekolah dasar tidak memperbolehkan siswanya masuk sebelum TK terlebih dahulu, namun beberapa siswa yang tidak TK masih diperbolehkan untuk masuk kesekolah tersebut. Atau pun dibeberapa daerah terpencil, mereka tidak TK terlebih dahulu malah langsung masuk ke Sekolah Dasar. Kegagalan yang terjadi dalam pembinaan pendidikan dalam usia dini saja masih terjadi, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap sumber daya manusia kedepannya. Jadi masalah ini benar-benar harus diperhatikan oleh Pemerintah agar tidak lagi terjadi masalah kurangnya pemerataan pendidikan di Indonesia.

3.      Rendahnya Kualitas Sarana dan Prasarana Pendidikan
Telah kita lihat dalam kasus atau berita-berita yang disiarkan di televisi, masih adanya bangunan sekolah yang rusak atau roboh akibat bangunan yang sudah lapuk atau bahkan akibat bencana alam sekalipun yang perlu diperbaiki, malah tidak mendapat bantuan dari Pemerintah. Dari masalah ini saja kualitas sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia sudah bisa dikatakan sangat rendah. Karena sudah jelas bangunan atau gedung sekolah adalah faktor utama untuk memnunjang proses belajar mengajar. Kalaulah saja bangunan itu sudah tidak lagi layak untuk dipergunakan pasti hal tersebut akan mempengaruhi kenyamanan siswa untuk belajar. Dan akhirnya nanti malah yang lebih parahnya lagi akan berpengaruh akan prestasi belajar. Kalau sudah tidak nyaman sudah pasti siswa tidak lagi berkonsentrasi untuk belajar, karena takut-takut nanti bangunan sekolahnya rubuh.
Karena faktor-faktor yang mempengaruhi belajar salah satunya adalah faktor nonsosial. Yang termasuk kedalam faktor nonsosial ini sangat banyak, diantaranya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi atau siang, ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku pelajaran, alat-alat peraga) ataupun beberapa penunjang belajar seperti laboraturium. Dan salah satu yang dibahas dalam faktor nonsosial ini adalah bangunan sekolah. Maka sudah jelas bangunan sekolah itu juga harus diperhatikan oleh pemerintah, dan bangunan sekolah yang baik adalah bangunan sekolah yang dibuat jauh dari jalan ramai dan bangunan sekolah tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Jadi bagaimana dengan kasus di atas masih bisakah kita katakana bagus dunia pendidikan kita ini?
Belum lagi beberapa masalah yang lainnya yaitu pembedaan sarana pendidikan yang dimiliki oleh sekolah Negeri dengan sekolah milik Swasta. Kalau dari sini masih terlihat sangat jauh berbeda, bagaimana dengan masalah sekolah yang sama-sama Negeri namun berbeda wilayah. Misalanya yang satu di desa dan satu lagi di kota. Pasti sudah sangat terlihat berbeda sekali baik itu Ruang Lab, Ruang Komputer, dan Ruang Bahasanya, pasti sangat berbeda. Yang lebih bagus adalah sekolah mereka yang lokasinya berada di Kota.


4.      Rendahnya Kwalitas Guru
Keadaan Guru di Indonesia juga masih sangat memprihatinkan. Karena ada beberapa guru yang belum memiliki keprofesionalan terhadap suatu bidang sudah mengajar di sekolah. Misalnya saja terjadi pada kasus seorang guru yang masih bertamatan SMA sudah mengajar satu mata pelajaran di sekolah tertentu. Guru tersebut malah terlebih dahulu mengajar mata pelajaran tadi ketimbang melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi. Setelah lama ia mengajar, barulah ia melanjutkan studinya. Bukankah ini yang membuat salah satu rendahnya kwalitas pendidikan di Indonesia. Bagaimana hendak dikatan berkwalitas suatu pendidikan tersebut, jika guru atau si pengajar ini adalah bukan orang yang benar-benar dipekerjakan dalam dunia pendidikan tersebut.
Inilah kasus yang terjadi sekarang dalam dunia pendidikan. Sungguh nasib yang memang sangat buruk, tetapi harus bagaimana lagi hal inilah yang kita jumpai pada sekolah-sekolah yang umumnya memiliki kekurangan dalam staf pengajarnya. Salah satu persoalan yang sangat memprihatinkan adalah mereka (guru-guru) yang belum benar-benar menguasai pengajaran di dunia pendidikan, mereka yang belum melanjutkan studinya keperguruan tinggi itu tadi mengajar di Sekolah Dasar (SD). Bagaimana Negara kita ini, standart yang menjadi dasar dunia pendidikan kita tidak dipegang oleh mereka yang memang benar-benar tahu bagaimana mengelola atau mengajarkan suatu pelajaran pada para siswa kita. Mereka yang mempunyai kesempatan terlebih dahulu ini sama sekali tidak berpengalaman, malah mereka yang sudah menyelesaikan studinya diperguruan tinggi jadi malah pengangguran dengan kata kasar disebut sebagai “Sarjana Pengangguran”, karena lahan pekerjaannya telah diambil orang lain yaitu guru yang dikatakan di atas. Miris bukan? Satu lagi persoalan yang menyedihkan di Indonesia dalam Pendidikannya adalah Mau diArahkan kemana Pendidikan kita. Membuat semuanya jadi tidak karuan yang merendahkan kwalitas warga Indonesia itu sendiri.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.

5.      Rendahnya Prestasi Siswa
Dari beberapa masalah yang terjadi diatas, diantaranya masalah pemerataan pendidikan, masalah rendahnya kualitas guru serta sarana dan prasarana pendidikan yang juga sangat rendah, masalah inilah yang menyebabkan rendahnya prestasi siswa. Mengapa demikian? Karena dari masalah tersebut diatas dapat terjadi penghambatan dalam proses belajar mengajar di sekolah yang mengakibatkan pencapaian prestasi siswa ini menjadi tidak memuaskan. Sebagai contoh pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin terjadi karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu factor-faktor fisiologis dalam belajar, diantaranya:
1.      Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar. Keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan
a)      nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, mudah lelah dan sebaginya. Hal ini dapat kita lihat, bagaimana dengan keadaan siswa kita sekarang sudah baikkah gizi mereka?
b)      Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu sendiri. Penyakit-penyakit seperti pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan yang sejenis dengan itu biasanya diabaikan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan. Akan tetapi dalam kenyataannya penyakit- penyakit semacam ini sangat mengganggu aktivitas belajar.

2.      Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu
Keadaan fungsi fisiologis tertentu yang dimaksud adalah fungsi- fungsi dari Pancaindera. Orang mengenal dunia sekitarnya dan belajar dengan menggunakan pancainderanya. Berfungsinya dengan baik pancaindera tersebut dapat mempengaruhi proses belajar. Dalam system persekolahan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar pancaindera anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan yang bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif, seperti misalnya adanya pemeriksaan dokter secara periodic, penyediaan alat- alat pelajaran serta perlengkapan yang memenuhi syarat, dan penempatan murid- murid secara baik di kelas (pada sekolah- sekolah), dan sebagainya.
Berikutnya ada juga faktor selain faktor diatas, yaitu factor psikologis. Ada beberapa ahli yang mengatakan ada beberapa hal yang dapat mendorong seseorang tersebut ingin belajar, diantaranya:
1.      Arden N. Franndsen
-        Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
-        Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju
-        Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman- teman
-        Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi
-        Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
-        Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar
2.      Maslow (menurut Frandsen, 1961: 234)
-        Adanya kebutuhan fisik
-        Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran
-        Adanya kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain
-        Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat
-        Sesuai dengan sifatuntuk mengemukakan atau mengetengahkan diri
Apa yang telah dikemukakan itu hanyalah sekedar penyebutan sejumlah kebutuhan- kebutuhan saja, yang tentu saja dapat ditambah lagi. Kebutuhan- kebutuhan tersebut tidaklah lepas satu sama lain, melainkan sebagai suatu keseluruhan (suatu kompleks) mendorong belajarnya anak. Kompleks kebutuhan- kebutuhan itu sifatnya individual, berbeda dari anak yang satu dengan anak yang lainnya. Pendidik seberapa dapat haruslah berusaha mengenal kebutuhan yang mana yang terutama dominan pada anak didiknya.
Selanjutnya suatu pendorong yang biasanya besar pengaruhnya dalam belajarnya anak- anak didik kita aialah cita- cita. Cita- cita merupakan pusat dari bermacam- macam kebutuhan, artinya kebutuhan- kebutuhan biasanya disentralisasikan di sekitar cita- cita itu, sehingga dorongan tersebut mampu memobilisasikan energi psikis untuk belajar. Dari pada itu anak- anak yang masih sangat muda biasanya belum benar- benar menyadari cita- citanya yang sebenarnya, karena itulah mereka perlu dibuatkan tujuan- tujuan sementara yang dekat (sebagai cita- cita sementara) supaya hal ini merupakan motif atau pendorong yang cukup kuat bagi belajar anak- anak itu.
Dengan adanya beberapa keterangan yang menjelaskan faktor- faktor belajar seorang siswa diatas. Bagaimanakah sekarang keadaan yang tergambar di Negara kita, Negara Indonesia. Sudah baikkah, sudah baguskah, atau sudah tepatkah semuanya?. Jadi permasalahannya adalah bagaimana pendidikan di Negara Indonesia ini, milik siapakah dia, milik mereka yang mempunyai uang banyak? Jadi bagaimana nasib mereka yang miskin? Bagaimana pemerintah kita membuat permasalahan ini menjadi tidak ada lagi. Mungkin itu pengharapan yang terlalu besar, bagaimana kalau digantikan dengan kata-kata meminimkan masalah dunia pendidikan?. Maka memunculkan masalah dengan persoalan mereka yang bersekolah di Sekolah Berstandart Internasional. Bagaimanakah dengan itu? Sudah sama-sama kita ketahui dan sangat tampaklah dengan jelas perbedaan pendidikan mereka yang kaya dengan mereka yang miskin.
Lima persoalan yang telah dijabarkan diatas, mereka yang bersekolah di SBI (Sekolah Berstandart Internasional) nampaknya tidak mengalami persoalan terebut. Dari persolan sarana dan prasarananya maupun soal kwalitas guru. Sekolah Bersatandart Internasional tidak akan mungkin memiliki bangunan yang sangat jelek seperti yang telah dijelaskan diatas. Mereka memilki bangunan sekolah yang sangat bagus. Tempatnya bersih juga sangat nyaman jika dipakai untuk menunjang proses belajar mengajar. Sarana dan prasarananya juga sangat lengkap, Lab IPA bagus serta perlengkapannya sangat lengkap, begitu juga dengan Lab Komputer. Bahkan mereka memiliki fasilitas internet, perpustakaan mereka juga terbilang lengkap.
Sekolah yang seperti ini, biayanya pasti sangat mahal. Sudah menjadi barang tentu, mereka yang bersekolah ditempat ini adalah mereka yang kaya, mereka dengan orang tua yang berpendapatan tinggi. Jadi ini adalah pembenaran kata-kata “pendidikan bermutu itu mahal” masyarakat miskin tidak memiliki kesempatan untuk bersekolah, mereka yang berpendapatan sederhana hanya bisa menyekolahkan anaknya pada suatu batas kemampuan tertentu misalnya saja hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Jadi bagi mereka yang miskin harus memilih ataupun tidak memiliki jalan lain untuk tidak bersekolah.
Ini sangat bertolak belakang dengan isi Undang-Undang Dasar 1945 Alenia ke Empat dengan menyebutkan antara lain:  “ untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, ..... ”.
Apa yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 belum dapat dilakukan sepenuhnya dengan konsekuen, terutama menyangkut penyelenggaraan pendidikan yang masih jauh dari yang sudah diamanatkan. “mencerdaskan kehidupan bangsa” , bangsa yang bagaimana? Apakah hanya bangsa bagi mereka kaum kaya? Dengan uang mereka baru bisa bersekolah. Jadi ditargetkan kemana sebenarnya “mencerdaskan kehidupan bangsa” tersebut. Menurut saya sendiri kata “mencerdaskan kehidupan bangsa” bukan hanya mencerdaskan mereka yang memiliki uang saja, melainkan untuk mereka yang tidak memiliki uang yang cukup banyak, agar semua masyarakat Indonesia ini terbebas dari kebodohan. Jika kebodohan itu menjauh maka dengan sama-sama dapat kita melihat majunya Negara kita ini bukan. Dengan kata lain Negara kita, Indonesia dapat disejajarkan dengan Negara-negara lainya, baik itu masalah teknologi maupun sumber daya manusianya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata, Sumadi.Psikologi Pendidikan.PT Rajagrafindo Persada.Jakarta.1984
Diktat.Filsafat Pendidikan.Universitas Negeri Medan.2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar