Senin, 21 November 2011

Peran Guru, Orangtua dan Lingkungan Mayarakat dalam Membentuk Kepribadian Anak di Era Globalisasi


Nama               : Afriani Simanjuntak
Nim                 : 309122001
M.Kul              : Filsafat Pendidikan
Prodi               : Pend. Antropologi


Dalam proses globalisasi tidak terlepas dari suatu perubahan, yaitu perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Perkembangan zaman saat ini sangat mempengaruhi kehidupan si anak. Saat ini tidak jarang lagi bila kita melihat anak-anak yang sudah menggunakan teknologi-teknologi canggih sebagai sarana mereka baik dalam pendidikan maupun mengembangkan bakat mereka. Telah kita ketahui bersama bahwa globalisasi bisa berdampak positif dalam melakukan perubahan yang lebih baik, namun disisi lain mempunyai dampak negatif yang dapat menjadi boomerang bagi dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Hal itu semua akan tergantung bagaimana elemen-elemen yang sangat berpengaruh dalam pendidikan mampu bersikap responsive dalam menghadapi arus globalisasi yang tidak bisa kita hindari, artinya dalam menghadapi arus globalisasi ini kita tidak akan pernah menemukan suatu penyelesaian dengan cara menghindari dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Begitu banyak anak-anak zaman sekarang seperti yang kita lihat saat ini sudah sangat membuat kita resah dan khawatir. Apalagi dengan melihat perkembangan zaman yang semakin membuat anak-anak mulai usia 5 tahun hingga remaja (masa pubertas) sangat meresahkan masyarakat Layaknya seperti anak ayam yang baru dilepas dari kandangnya. Rasa ingin tahu yang besar membuat mereka ingin mencoba hal-hal baru hingga memudahkan hal-hal positif bahkan negative masuk dalam pikiran mereka. Bila tidak ada pengawasan atau bimbingan dari orang-orang terdekat, mungkin saja kehidupannya akan berdampak buruk di kemudian hari. Seperti yang di tulis dalam buku diktat mengenai Teori Tabularasa yang mengatakan bahwa jiwa manusia diumpamakan sebagai suatu kertas putih atau meja lilin yang masih bersih, belum ada tulisan apa-apa. Kertas putih atau meja lilin itu siap untuk ditulisi, apa tulisan yang ada di dalam akan ditentukan oleh siapa penulisnya. Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kea rah yang baik ataupun yang buruk) itu tergantung dari lingkungan atau pendidiknya.
Namun dengan perkembangan zaman dan fasilitas-fasilitas yang sangat mudah untuk mendapatkan informasi seharusnya memudahkan pendidik (oarngtua, guru dan lingkungan) untuk mengontrol kegiatan si anak di masa-masa perkembangannya. Tapi mengapa justru pendidik kewalahan dalam mengontrol anak-anak mereka. Bahkan banyak anak-anak yang sudah pandai memanipulasi fasilitas yang ada untuk membohongi orangtuanya sendiri. Anak-anak yang sering berbuat onar, membuat kluarga kecewa bahkan meresahkan masyarakat tidak dapat sepenuhnya kita salahkan atas semua yang telah diperbuatnya. Karena ada berbagai elemen yang dapat mempengaruhi sikap anak. Baik itu keluarga (orangtua, guru atau pun lingkungan). Elemen-elemen ini lah yang sangat mempengaruhi perkembangan anak.
1.      Responsifitas dalam Menghadapi Globalisasi Pendidikan
Setelah mengkaji globalisasi pendidikan terutama problematika dan pengaruh atau dampak yang ditimbulkannya, dalam hal ini berkaitan tentang ranah pendidikan, kita tidak akan mungkin terlepas dari elemen-elemen yang sangat berpengaruh didalamnya dansangat mempengaruhi kepribadian anak atau siswa. Yaitu, , orang tua ( keluarga), guru (pendidik)  dan lingkungan masyarakat.
Telah kita ketahui bersama bahwa globalisasi bisa berdampak positif dalam melakukan perubahan yang lebih baik, namun disisi lain mempunyai dampak negatif yang dapat menjadi boomerang bagi dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Hal itu semua akan tergantung bagaimana elemen-elemen yang sangat berpengaruh dalam pendidikan mampu bersikap responsive dalam menghadapi arus globalisasi yang tidak bisa kita hindari, artinya dalam menghadapi arus globalisasi ini kita tidak akan pernah menemukan suatu penyelesaian dengan cara menghindari dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Dalam teori nativisme yang sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Saya setuju dengan teori ini dimana bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas yang merupakan pembawaan sejak lahir namun belum tentu sepenuhnya factor hereditaslah yang menentukan perkembangan anak. Tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar. Apalagi di era globalisasi ini anak sangat mudah dipengaruhi terutama dengan teknologi-teknologi yang berkembang saat ini.
Nah, semua teknologi yang berkembang saat ini termasuk lingkungan pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Teknologi yang berkembang saat ini merupakan pelengkap, pengganti dan tambahan terhadap pendidikan yang diberikan oleh elemen lainnya atau lingkungan lainnya seperti keluarga dan guru. Dimana teknologi yang berkembang merupakan suatu lingkungan pendidikan yang harus diwaspadai karena akan menimbulkan faktor-faktor negatif bagi perkembangan anak.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua elemen diatas tadi dalam mempengaruhi perkembangan anak di era globalisasi.
1.      Orangtua ( Keluarga )
Orang tua atau keluarga dianggap sebagai pendidikan pertama bagi anak sebelum mereka dikenalkan dengan dunia luar. Pengaruh keluarga juga sangat besar dalam pertumbuhan seorang anak, karena disamping mempunyai kedekatan secara emosional, mereka juga mempunyai tingkat kebersamaan yang lebih karena tinggal dalam satu atap atau satu rumah. Tugas utama dari keluarga bagi pendidik anak adalah merupakan peletak dasar bagi pendidikan pengembangan anak, seperti pendidikan akhlak, tatakrama kehidupan, sopan santun, kejujuran, dan pembentukan sifat dan sikap yang baik lainnya.
Maka peran orang tua untuk mencari tau segala kegiatan yang dilakukan oleh anak-anaknya sangat penting, dimana jika keluarga sedikit mengbaikan itu maka akan berdampak pada kepribadian dan perilaku anak-anaknya yang tidak terkontrol. Orang tua terkadang memberikan sepenuhnya kepada sekolah dalam mendidik dan mengembangkan potensi anak, padahal tidak sampai disitu saja karena kontrol dari sekolah terbatas hanya dalam jam pelajaran sekolah. Mencari tahu segala kegiatan anak tidak harus dengan mengikutinya setiap detik dan setiap waktu. Namun bisa dilakukan dengan banyak hal dan cara, seperti dengan memberikan perhatian, menanyakan dengan siapa teman bermain, menanyakan keadaan anak kepada guru-guru nya di sekolah, dan lain sebagainya. Hal seperti ini sangat mudah dilakukan, namun terkadang orang tua sibuk dengan kegiatannya masing-masing bahan tidak mau tahu sehingga anak seringkali terabaikan.
Seperti yang ditulis dalam buku Diktat, bahwa ada beberapa pola tindakan yang diwujudkan dalam pergaulan keluarga yaitu pola otoriter, dimana orangtua mendidik anaknya dengan kekerasan, memaksakan kehendak, menuntut kepatuhan dari anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diinginkannya. Cara ini akan mnyebabkan anak menjadi pasif atau bahkan melakukan perlawanan secara pasif atau pun perlawanan secara aktif.yang berikutnya adalah pola tindakan demokratis, yang ditandai dengan suasana keluarga yang saling menghormati, menyayangi, bertanggung jawab, memecahkan masalah-masalah yang ada secara baik-baik dan anak mendapat tempat yang wajar baik keinginannya maupun pendapatnya. Pola yang lain adalah pola masa bodoh, yaitu sikap orangtua yang terlalu memberikan kebebasan kepada anak tidak ada tata tertib dan disiplin dalam keluarga, orangtua kurang perhatian bahkan kurangnya kepedulian orangtua kepada anak-anaknya.
Maka dalam menghadapi era globalisasi saat ini, orangtua atau keluarga harus mewujudkan pola demokratis dalam pergaulan keluarga. Karena dengan terbentuknya pola demokratis dalam diri si anak maka saat ia berada di lingkungan lainnya, ia pun akan menanamkan pola demokratis yang dibawanya dari keluarganya. Sehingga si anak tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan di luar. Inovasi-inovasi baru yang di dapat si anak seiring dengan perkembangan zaman, akan sangat mudah dikontrol oleh orangtua atau keluarga. Karena si anak yang sudah tertanam pola demokratisnya akan selalu menyampaikan keluhan atau masalah-masalah yang di dapat si anak di lingkungan luar. Sehingga terjalin hubungan komunikasi yang baik antara anak dengan orangtua. Namun dengan demikian orangtua pun tak boleh lepas dari informasi yang berkembang terutama perkembangan teknologi yang dapat mempengaruhi anak baik dalam mempengaruhi ilmu pengetahuan bahkan kemampuan/ keterampilan anak.
2.      Pendididk (Guru)
Guru sebagai pengajar dan pendidik, memang tidak hanya harus membina para murid segi kognitif dan psikomotoriknya demi peningkatan nilai angka. Akan tetapi, seorang guru sangat dituntut agar apa yang ia kerjakan dipraktekan oleh para muridnya dalam kehidupan. Guru adalah orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan juga kemerosotannya. Untuk itu tugas guru tidak terbatas pada pengajaran mata pelajaran, tapi yang paling penting adalah pencetakan karakter murid. Tantangan persoalan ini memang sangat sulit bagi seorang guru karena keterbatasan kontrolling pada murid kerap membuatnya kecolongan. Maka dari itu, masalah guru merupakan topik yang tidak pernah habis dibahas dan selalu aktual seiring dengan perubahan zaman dan pengaruh globalisasi dalam pendidikan, karena permasalahan guru sendiri dan dunia pendiidkan yang menyangkutnya selalu diperbincangkan. Pada dasarnya persoalan etika dan moral anak bangsa, bukan hanya permasalahan guru namun jika yang dituju adalah moral peserta didik (siswa), maka tidak ada alasan untuk guru dilibatkan.
Di era globalisasi saat ini, dan dengan seakin maju nya cara berpikir anak yang dipengaruhi perkembangan zaman, maka guru dituntut untuk meningkatkan profesionalitasnya dalam mengajar dan mendidik. Guru bukan hanya bertugas mentransfer ilmu saja kepada siswa namun juga membimbing dan membina siswa dalam membentuk moral dan budipekerti yang baik. Apalagi dengan perkembangan zaman, siswa sibuk sibuk menggeluti atau pun mencaritahu teknologi-teknologi canggih yang muncul karena rasa ingin tahu yang tinggi. Maka tak heran bila siswa lebih cepat tahu mengenai informasi-informasi actual yang sedang terjadi daripada gurunya sendiri. Untuk itu dalam peningkatan kualitas pengajaran, guru harus bisa mengembangun tiga intelegensi dasar siswa. Yaitu: intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur itu harus ditanamkan pada diri murid sekuat-kuatnya agar terpatri dalam dirinya. Kemudian system pembelajaran yang kreatif dan inovatif juga menjadi penting bagi guru, sehingga dapat megembangkan seluruh potensi diri siswa, dan memunculkan keinginan bagi siswa untuk maju yang diikuti ketertarikan untuk menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati melalui belajr mandiri (self study) yang kuat. Dengan perkembangan bidang teknologi informasi semakin mendorong dalam kemajuan bidang ilmu pengetahuan, sehingga dunia pendidikan harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin.
3.      Lingkungan Masyarakat
Lingkungan tempat tinggal akan berdampak besar pada perilaku dan kepribadian seseorang, karena seringkali pengaruh teman sebayanya dapat mengalahkan pengaruh guru maupun orang tua. Gaya hidup lingkungan sekitar juga mampu merusak tatanan yang sudah diajarkan disekolah, yaitu yang berkaitan dengan moral seperti tingkah laku dan menghormati orang yang lebih tua seringkali diabaikan karena pengaruh kebiasaan orang-orang yang ada disekitar kita.
Untuk itu pemilihan lingkungan sangat penting dalam menghadapi arus globalisasi yang akan berdampak pada dunia pendidikan. Karena kewajiban kita adalah bagaimana berinteraksi dengan nya secara positif. Toh, realitas (globalisasi) ini tidak semuanya buruk, dan tidak pula semuanya baik. Karena itu kita harus menyikapinya lewat berbagai bentuk artikulasi yang kritis namun proporsional. Pangkal dari arus globalisasi yaitu berada pada kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang mampu membawa kepada perubahan-perubahan dalam bidang pendidikan baik perubahan positif maupun perubahan negative.
Dalam konteks Global, UU nomor 17 tahun 2007 merumuskan misi agar Indonesia ikut berperan penting dalam pergaulan dunia Internasional. Misi ini tidak mungkin bisa dicapai tanpa adanya sensitifitas global yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Karena itu melalui pendidikan lah yang mampu menumbuhkan sensitifitas atau kesadaran global ini. Bukan malah menjadikan arus globalisasi yang menggrogoti pendidikan di Indonesia.
Pembentukan karakter bangsa yang memiliki kepedulian terhadap dunia global menjadi cukup penting. Melalui karakter ini generasi muda diharapkan mampu mengikuti perkembangan dunia global secara kritis. Tidak semata-mata larut dalam berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi. Apalagi sampai ikut sebagai pelaku berbagai kejahatan Internasional. Sebaliknya yang diharapkan adalah generasi yang mampu memberikan solusi bagi masa depan dunia yang lebih adil dan damai.

Seorang pendidik/ guru memiliki tanggung jawab dan peran penting dalam menghadapi tantangan masyarakat global di era globalisasi ini. Guru sangat dituntut untuk tetap eksis dan meningkatkan profesionalitasnya sebagai pengajar dan pendidik yang menjadi penentu arah generasi penerus bangsa. Perlu danya pendekatan-pendekatan yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam membangun hubungan dengan anak didik. Karena salah satu dari kewajiban seorang guru adalah membentuk moral anak agar menjadi pribadi yang berintelektual dan berbudipekerti.
Guru harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dalam menerapkan metode pembelajaran. Saat ini, para siswa tak terlepas dari sejumlah perangkat dan kemajuan teknologi. Penyesuaian penting agar guru bisa mengikuti pola pikir para siswanya.
Anak-anak atau siswa memiliki begitu banyak gambar di kepalanya. Mereka cenderung visual. Sehingga, tak cukup hanya belajar dengan membaca saja. Para siswa harus diperlihatkan gambaran nyatanya. "Sebagai guru, kita juga harus ‘belajar’ bahasa anak-anak. Mereka familiar sekali dengan Short Message Service (SMS), blogging, e-mail, dan yang sekarang sedang semarak di US adalah vlogging alias video blogging, yaitu merekam aktifitas sehari-hari dengan kamera video dan diunggah ke dalam blog pribadi. Kita harus ikut belajar bahasa-bahasa SMS dan lainnya, agar kita tidak ketinggalan dan dibodohi oleh murid-murid” papar Regina. Selain itu, menurutnya, para siswa ini juga sudah lebih kritis pemikirannya. Mereka pasti akan bertanya lebih mendalam jika guru tidak menjelaskan secara detil. Oleh karena itu, sebagai pengajar, seorang guru harus melakukan inter-disciplinary approach alias pendekatan lintas bidang.
Guru harus menemukan arti dan maksud mendalam dari mata pelajaran yang diajarkan, melakukan hal-hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Jangan sampai mereka bosan dengan mata pelajaran tersebut. Para guru juga diingatkan untuk melakukan refleksi atas pola pengajaran yang telah diterapkan, menggali dan menggali apa yang bisa dilakukan untuk proses pengajaran selanjutnya. Guru juga harus mampu menciptakan kegembiraan di dalam kelas maupun sekolah. Dengan begitu, anak-anak akan semangat dan senang pergi ke sekolah. Tidak bisa dipungkiri setiap guru atau siswa mengalami zaman yang berbeda. Ada sebuah ungkapan kecil yang isinya kurang lebih seperti ini. “Didiklah anak-anakmu karena mereka diciptakan untuk menghadapi zaman yang berbeda dengan zamanmu”.
Sudah sepatutnya guru juga mampu mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang. Jangan sampai ketika seorang siswa bertanya tentang suatu materi pelajaran yang dia dapatkan, misal dari internet, guru tidak mampu menjawabnya. Inilah tantangan guru di era digital. Metode pembelajaran yang digunakan juga disesuaikan dengan perkembangan zaman, tidak hanya perkembangan anak dan materi pelajaran.
Tantangan yang begitu berat di zaman canggih seperti sekarang dimana teknologi komunikasi yang tidak mengenal batas membuat para orang tua kebingungan bagaimana cara mengarahkan, menjaga para putra putrinya agar tidak terbawa arus yang akan menjerumuskan mereka.
Anak-anak yang korban teknologi sudah sering kita lihat di media massa baik media cetak maupun media elekronik, mulai dari korban akibat video porno, narkoba, penipuan lewat jejaring sosial dan sebagainya. Lantas siapa yang harus disalahkan ? Tidak ada yang dapat disalahkan sebab memang kemajuan teknologi tidak dapat dibendung oleh siapapun. Yang jelas tugas para orang tua yang masih mempunyai putra-putri yang saat ini beranjak dewasa cukup berat. Terutama bagi para orang tua yang terlambat memberikan pendidikan spiritual dan budi pekerti tentu akan merasakan betapa sulitnya mengendalikan dan mengawasi mereka.
Hanya dengan pendidikan spiritual dan budi pekerti sejak dini (balita), maka kecenderungan mereka kelak beranjak dewasa akan lebih terpagari dan akan mampu membentengi dirinya dari pengaruh-pengaruh lingkungan apalagi dengan teknologi-teknologi canggih yang beredar saat ini, dan mereka memiliki filter untuk memilih dan memutuskan sesuatu termasuk memilih teman bergaul.
Pada saat ini mulai pendidikan Taman Kanak-kanak sudah ditanamkan budi pekerti, pengenalan Sang Maha Pencipta Alam Semesta dan lain-lain. Pelajaran-pelajaran tersebut akan tertanam pada otak kiri mereka hingga mereka dewasa. Pendidikan budi pekerti tersebut sekaligus  akan menjadi dasar yang sangat menentukan untuk dapat menerima pelajaran budi pekerti yang lebih tinggi. Peran orang tua sangat menentukan dalam pembentukan ahlak para putra-putrinya. Oleh karena itu, orangtua bukan hanya memikirkan kebutuhan jasmani anaknya saja tetapi juga harus ada keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani si anak.
Maka dengan adanya proses globalisasi yang dimana semakin maju nya teknologi-teknologi canggih bukan berarti merupakan suatu hambatan bagi orangtua dan guru untuk membentuk kepribadian si anak yang diharapkan tidak hanya berintelektual namun juga bermoral dan berbudi pekerti tinggi. Membentuk kepribadian anak di era globalisasi bukan merupakan suatu hal yang sulit. Ada 3 elemen yang mempengaruhi kepribadian anak yaitu keluarga (orang tua), guru dan lingkungan. Hanya dengan pendidikan spiritual dan budi pekerti sejak dini (balita), maka kecenderungan mereka kelak beranjak dewasa akan lebih terpagari dan akan mampu membentengi dirinya dari pengaruh-pengaruh lingkungan yang kurang baik, dan mereka memiliki filter untuk memilih dan memutuskan sesuatu termasuk memilih teman bergaul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar