Kamis, 01 Desember 2011

PERANAN FILSAFAT DALAM MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN


YOLANDA RAFELLA
309122059
PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FIS UNIMED    
                   
            Mendengar kata manusia tentunya kita langsung dapat melihat diri kita sendiri. Manusia adalah makhluk yang paling mulia yang diciptakan Tuhan diantara makhluk yang lain. Banyak hal yang mendasar yang membedakan manusia dengan makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan. Manusia diciptakan Tuhan dengan segala kelebihan yang tentunya tidak dimiliki oleh makhluk tersebut. Manusia bergerak, berprilaku dan memiliki dorongan nafsu dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam kaitannya dengan perkembangan individu, manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan pendidikan  demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia.
Manusia berkembang secara bertahap mulai dari ia lahir, tumbuh menjadi batita, balita, anak-anak, remaja, dewasa, menikah, tua dan meninggal. Saat sepasang manusia berumahtangga ia akan melakukan hubungan atau dorongan seks yang membuat sepasang manusia tersebut memperoleh manusia baru yang berkembang di perut sang ibu. Manusia baru itu akan memulai perkembangannya dari zigot, janin, hingga pada saatnya dilahirkan dan menghirup penatnya udara dunia ini. Anak yang lahir akan menempuh siklus hidup seperti yang telah penulis sebutkan diaatas. Mulai lahir, batita hingga tua dan meninggal.
            Manusia adalah makhluk yang sangat luar biasa. Ia dapat belajar menciptakan sesuatu yang baru, berprilaku sopan, melakukan aktifitas, berbahasa, menyanyangi tetapi justru dapat juga menyakiti. Kita akan menyayangi sesama saat mereka dan kita saling mengerti, memahami, dan melengkapi. Tetapi saat kita tidak saling mengerti, memahami dan melengkapi tersebut akan timbul berbagai masalah yang berujung pada sikap saling menyakiti.
            Manusia yang menghadapi masalah atau konflik dalam dirinya tentunya akan berpikir apa sebab dan solusi atas masalahnya tersebut. Hal ini sesuai dengan pandangan seorang filsuf tentang manusia, bahwa manusia itu ada karena dia berpikir. Saat ia berpikir dan menemukan solusi atas masalahnya, ia akan melakukan tindakan nyata sehubungan dengan penemuan pemecahan masalahnya tersebut. Tidak hanya saat memiliki masalah, untuk hidup pun manusia harus terus berbuat dan berkreatifitas. Hal ini sudah dapat kita lihat sejak masa prasejarah hingga sekarang. Dimana manusia melakukan sudah mengenal sistem berburu hingga bertani seperti yang masih banyak ditekuni oleh sebagian besar masyarakat indonesia.
            Dalam setiap kegiatan manusia, ia terus belajar dan belajar. Sehingga manusia dapat disebut sebagai animal educandum, yang mana makhluk tersebut dapat didik untuk terus menjadi lebih baik. Manusia dapat berbahasa dan berkata-kata tetapi sejak lahir manusia tidak dapat langsung berbahasa. Dari kecil manusia yang masih balita diajari berkata-kata, mulai dari bahasa ibu hingga bahasa yang ia kenal saat ia dewasa. Dalam hal inilah secara sadar atau tidak manusia terus belajar karena hal ini dapat membantunya berinteraksi dengan orang lain.
            Saat manusia tersebut berinteraksi dengan manusia lain, ia akan cenderung berkelompok dan membangun hubungan sosial. Ia akan merasa sangat sedih dan sakit hati disaat anggota kelompok atau orang-orang yang ada disekitarnya tidak memperdulikan dia. Hal ini disebabkan karena selain memerlukan kebutuhan pokok, manusia juga memerlukan kebutuhan psikologi yaitu penghargaan atau  rasa memiliki antar sesama makhluk hidup.
Kebutuhan pokok yang dimaksud adalah sandang, pangan dan papan. Tatapi kebutuhan manusia tidak sebatas kebutuhan pokok itu saja. Manusia merupakan makhluk yang memiliki banyak kebutuhan, yaitu kebutuhan biologis terdiri dari makan, minum, kawin dan perlindungan kesehatan. Kebutuhan yang lain adalah kebutuhan akan keamanan diri seperti bebas dari rasa takut, rasa tertekan dan mendapat perlindungan hukum. Kebutuhan psikologi seperti rasa ingin disayangi, dihormati, dihargai, dipuji, diperhatikan dan lain sebagainya. Serta kebutuhan mengadakan hubungan sosial serta interaksi dengan manusia lain.
Manusia juga memiliki karakter pribadi masing-masing yang telah dibawa sejak lahir. Setiap manusia memiliki keunikan pribadi yang berbeda yang tidak sama sekalipun anak tersebut terlahir dalam kondisi kembar atau dari sel telur yang sama. Talenta dan potensi lain juga dimiliki setiap anak sejak ia lahir. Dan tentunya mereka berkeinginan untuk mengaktualisasikan dirinya atau dengan kata lain mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
            Interaksi dengan manusia lain ini sering kali terjadi tanpa disadari oleh manusia itu sendiri. Interaksi inilah yang membangun sebuah kelompok masyarakat. Masyarakat yang berinteraksi membutuhkan proses yang panjang untuk dapat menjadi masyarakat yang solid antar anggota masyarakatnya. Interaksi sosial yang terjadi merupakan hubungan yang dinamis yang terus bergerak mengikuti alur atau proses interaksi tersebut.
            Interaksi yang terjadi dalam kehidupan manusia tidak terpatok pada kehidupan keluarga saja tetapi juga kehidupan di lingkungan sekolah. Anak-anak yang bersekolah tentunya melakukan interaksi, baik pada teman-teman maupun gurunya. Hubungan itu semakin erat dikala setiap individu yang berada dalam satu lingkup seperti sekolah, merasakan keterikatan satu sama lain. Bisa dikatakan memiliki rasa simpati dan empati.
            Tetapi interaksi yang dinamis tersebut tidak selamanya melahirkan kegiatan yang positif. Banyak orang yang justru melencenag dari tatanan norma yang seharusnya dilaksanakan. Didalam dunia pendidikan, perlu kita ketahui apa itu pendidikan dan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat.
 Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan manusia. Jadi pada saat manusia itu ada dan masih ada, pendidikan itu telah dan masih ada pula. Pada kenyataannya dapat kita telaah bahwa praktek pendidikan dari zaman ke zaman mempunyai garis persamaan. Garis persamaan atau benang merah pendidikan itu yakni pendidikan adalah bagian dari kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan, pendidikan merupakan kegiatan yang bersifar universal, praktek pelaksanaan pendidikan memiliki segi-segi yang umum sekaligus memiliki keunikan (ke-khasan) berkaitan dengan pandangan hidup masing-masing bangsa.
Perubahan juga terjadi akibat proses belajar itu sendiri. Belajar yang dimaksud disini adalah sebuah proses yang diharapkan mampu mengubah tingkah laku seseorang akan berubah untuk jadi lebih baik lagi. Dengan belajar pengetahuan dan kecakapan seseorang akan bertarnbah. Perubahan tingkah laku dan penambahan pengetahuan ini di dapat lewat suatu usaha.
Ciri-ciri keberhasilan pendidikan pada seseorang dapat terlihat dari rasa tanggung jawab yang kuat terhadap dirinya serta terhadap Tuhan. Mampu mengadakan hubungan sosial dengan bekerja sama dengan orang lain. Mampu menghadapi segala perubahan dunia karena salah satu ciri kehidupan ialah perubahan. Sadar akan dirinya dan harga dirinya sehingga tidak mudah memperjualbelikan dirinya dan kreatif. Peka terhadap nilai-nilai yang sifatnya rohaniah.
Secara keilmuan, psikologi adalah suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari sikap, tingkah laku atau aktivitas-aktivitas di mana sikap, tingkah laku, atau aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Objek Psikologi adalah Jiwa. Perkembangan merupakan suatu proses sosialisasi dalam bentuk irnitasi yang berlangsung dengan adaptasi (penyesuaian) dan seleksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah keturunan, lingkungan, dan manusia itu sendiri. Hukum tempo perkembangan menyatakan bahwa tiap-tiap anak memiliki tempo perkembangan yang berbeda. Anak juga memiliki masa peka, yaitu suatu masa di mana suatu organ atau unsur psikologis anak mengalami perkembangan yang sebaik-baiknya. Bagi seorang pendidik, mengetahui perkembangan anak diperlukan dalam membimbing anak sesuai dengan perkembangannya.
           
Pribadi manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu keseluruhan tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan lingkungan. Jadi kepribadian adalah suatu kesatuan psikofisik termasuk bakat, kecakapan, emosi, keyakinan, kebiasaan, menyatakan dirinya dengan khas di dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan peranan pendidik dalam pengembangan kepribadian adalah menjadi jembatan penghubung atau media untuk mengaktualisasikan potensi psikofisik individu dalam menyelesaikan diri dengan lingkungannya.
Landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktik pendidikan dan atau studi pendidikan. Praktik pendidikan merupakan kegiatan sehari-hari yang kompleks sebab kegiatan pendidikan terjalin dengan kegiatan lain seperti kegiatan ekonomi, kewarganegaraan, kesenian, sosial dan teknologi. Kegiatan pendidikan juga merupakan kegiatan yang melibatkan dua generasi, yaitu generasi tua dan generasi muda. Generasi tua melakukan pewarisan nilai-nilai, norma serta unsur kebudayaan sehingga membutuhkan waktu lama, dana yang besar, tenaga yang profesional, dedikasi dan pengorganisasian pendidikan. Sedangkan generasi muda, praktik pendidikan merupakan belajar untuk mandiri serta tanggung jawab sehingga dapat hidup dalam masyarakat.
Dalam kaitannya dengan praktek pendidikan maka asumsi-asumsi tentang hakikat manusia akan memberikan dasar rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya. Landasan tersebut merupakan rumpun keilmuan pendidikan yang terdiri dari filsafat pendidikan, paedagogiek, andragogiek, teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran berserta berbagai ilmu bantu dalam analisis dan memecahkan masalah-masalah pendidikan, pengajaran dan pembelajaran. Dengan kata lain, fungsi landasan pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau fungsi studi pendidikan.
Bila seorang pendidik keliru tentang hakikat manusia yang merupakan peserta didiknya maka hasil dari proses pendidikan akan melenceng jauh dari yang diharapkan. Akibatnya akan membuat peserta didik tidak mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai statusnya berdasarkan nilai dan norma yang diakui, kehilangan jati dirinya, sikap dan perilakunya tidak sesuai dengan kodratnya sebagaimana mestinya serta ilmu yang dimilikinya tidak bermanfaat bagi orang lain. Landasan pendidikan yang dimaksud adalah landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari teligi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Yang kedua adalah landasan filosofis pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau stufi pendidikan. Landasan yang ketiga adalah landasan ilmiah pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka prakek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan dan lain sebagainya.
Selanjutnya, ada dua landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, yakni landasan psikologis yang akan membekali tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan cara-cara belajarnya, dan landasan IPTEK yang akan membekali tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran.
Landasan Filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti; Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dsb.
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan sangat pentingdalam pewarisan dan pengembangan iptek.
 Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.

Praktik pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua tindakan pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang diakui karena pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat normatif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian maka praktik pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan dengan dasar dan terencana. Artinya, praktik pendidikan harus memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas dan tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta efektif cara-cara pelaksanaannya.
Landasan pendidikan berangkat dari asumsi-asumsi hakikat manusia yang tidak dapat dipahami sebagian dan mengabaikan yang lainnya. Asumsi-asumsi hakikat manusia harus dipahami secara komprehensif dan menyeluruh. Oleh karenanya berbagai asumsi hakikat manusia harus diintegrasikan untuk membuat landasan pendidikan itu kokoh dan konsisten.
Landasan pendidikan yang kokoh akan menjadi titik tolak praktik pendidikan. Landasan pendidikan akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, memilih cara-cara pendidikan dst. Dengan demikian praktik pendidikan diharapkan menjadi mantap, sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta betul-betul akan dapat dipertanggungjawabkan.
Pendidikan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, potensi rasa dan karsanya agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Oleh karenanya tidak hanya outputnya saja yang menjadi perhatian tapi juga proses pelaksanaan dan evaluasinya.
Asumsi hakikat manusia dalam merencanakan pendidikan tertuang dalam landasan pendidikan. Landasan pendidikan melihat manusia dari segala aspeknya, mulai dari fisik dan psikisnya serta kaitannya dengan lingkungan tempat dimana ia tinggal dan bersosialisasi. Landasan pendidikan juga berbicara tentang pandangan, pendekatan dan proses perencanaan, pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pendidikan maka peserta didik dimanusiakan sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaannya.
Sedangkan filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  
Beberapa ajaran filsafat yang  telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis. Yang kedua adalah Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif. Yang ketiga adalah Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi. Dan yang terakhir adalah Pragmatisme yang merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Mengingat banyaknya permasalahan yang terjadi dalam kehidupan manusia terutama dalam hal pendidikan, aliran pragmatis merupakan aliran filasafat yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mengapa ? karena aliran ini beranggapan bahwa manusia dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya. Manfaat filasafat dalam kehidupan manusia adalah sebagai dasar dalam bertindak, mengambil keputusan, media pengurang konflik, dan lain sebagainya.
Manusia harus berupaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi nya, baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Peranan filsafat pendidikan ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu yang pertama. Metafisika, yakni bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak.
Yang kedua adalah epistemologi. Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu kesituasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?
Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat / kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi.
Guru tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
Yang ketiga adalah aksiologi. Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan.
Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.
Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan. Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memahami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.





























DAFTAR PUSTAKA
-       Kneller, George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. John Willey Sons   Inc, New York.
-         Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung.
-         Sindhunata. 2000. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Kanisius, Yogyakarta
-         Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu. Balai Pustaka, Jakarta
-         Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. PT Bayu Indra Grafika, Yogyakarta.
-         Soekanto, soerjono. 2007. Sosiologi suatu pengantar. Raja grafindo, Jakarta.
-         Suriasumantri, s jujun. 2005. Filsafat ilmu. Pustaka sinar harapan, Jakarta
-         Tim pengajar, 2011. Diktat Filsafat Pendidikan. UNIMED, Medan
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar