Senin, 12 Desember 2011

PENTINGNYA MENGETAHUI FILSAFAT PENDIDIKAN BAGI TENAGA PENDIDIK DAN PEMERHATI PENDIDiKAN DALAM USAHA PENGEMBANGAN ILMU PEDIDIKAN


Nama         : Haposan Viktor Situmorang
NIM           : 309 122 024
Jurusan      : Pendidikan Antropologi Sosial
M. Kul       : Filsafat Pendidikan
Dosen         : Irsan Rangkuti

PENTINGNYA MENGETAHUI FILSAFAT PENDIDIKAN BAGI TENAGA PENDIDIK DAN PEMERHATI PENDIDiKAN  DALAM USAHA PENGEMBANGAN ILMU PEDIDIKAN

I. Latar Belakang
            Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Hal tersebut menjadi alasan penulis untuk mengangkat judul di atas yakni bagaimana masalah pendidikan yang ditemui di Indonesia dibahas dengan filsafat sehingga dirasa perlu bagi para tenaga pendidik dan pemerhati pendidikan untuk mengetahui filsafat pendidikan serta menerapkannya untuk membantu memeinimalisir masalah pendidikan yang ada saat ini.

II. Pembahasan
A. Pengertian Filsafat
            Secara Etimologi kata filsafat yang dalam bahasa Inggris disebut Philosophy dan yang dalam bahasa Yuani disebut Philosophia dibagi atas dua suku kata yakni Philein dan Sophia; philein berarti cinta dan Sophia berarti kebijaksanaan (wisdom). Hal itu berarti cinta kebijaksanaan, sehingga ada statement mengatakan bahwa orang yang senang dengan filsafat dan membidangi filsafat atau ahli filsafat atau filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan. Fisafat ditandai dengan pemunculan atau lahirnya teori-teori atau sistem pemikiran yang dihasilkan oleh para pemikir atau filsuf  besar seperti Plato, Socrates, Thomas Aquinas, Spinoza, dll.
            Secara therminologi dibawah ini dikemukakan beberapa pegertian filsafat yang dikemukakan para ahli :
  1. Plato : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli
  2. Aristoteles : Filasafat adalah ilmu (pengetahuan) uamg meliputi kebenaran yang terkandung di dalmnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi politik, dan estetika (keindahan)
  3. Al Faribi : Filsafat aldalah ilmu (pengetahuan) tentang alam, wujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
  4. Rena Descartes : Filsafat adalah kumpulan segala  pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
  5. Immanuel Kant : Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pokik pangkal dari segala pengetahuan, yang di dalamnya tercakup masalah epistemology (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
Beberapa pegertian di atas cukup menjelaskan mengenai pegertian filsafat baik secara etimologi maupun therminology.
Lalu bagaimana dengan filsafat pendidikan ..?
            Sebelum sampai kepada filsafat pendidikan kita harus terlebih dahulu membahas apa itu Hakekat ilmu pendidikan agar pembahasan ini lebih cepat dimegerti karena terstruktur dengan baik hingga ke pembahasan utamanya nanti yakni Pentingnya mengetahui filsafat pendidikan bagi tenaga pendidik dan pemerhati pendidikan dalam usaha pengembangan ilmu pendidikan.
B. Pengertian Pendidikan
Apakah pengertian pendidikan itu..? Menurut bahasa Belanda, pendidikan berasal dari kata Ofvooden yang artinya memberi makan. Menurut pemahaman mereka sesuatu yang diberi makan akan tumbuh dan berkembang. Selain makanan jasmani, rohani juga perlu diberi maka agar berkembang dan ada peningkatan. Makanan rohani diberi berupa pendidikan dan pengajaran, berupa pemberian pengetahuan, latihan dan pemberian pengalaman.
            Dalam bahasa Inggris Pendidikan adalah Education yang penekanannya bahwa pendidikan tidak hanya mencakup nalar atau intelektual saja, melainkan mencakup pengmbangan moral atau kepribadian, karakter, atau sikap anak yang meliputi berbagai kecerdasan yang dapat dikembangkan dalm kehidupan anak sebagai manusia. Dalam pengembangan diri anak sebagai manusia dalam kegiatan pendidikan terjadi iterkasi dengan lingkungannya yang berlangsung secara formal.
            Sementara menurut bahasa Jerman, pendidikan berasal dari kata Ziechung; artinya membawa keluar, sedangkan menurut bahasa Romawi Kuno pendidikan ialah educare; artinya menarik keluar. Apa yang dibawa keluar dan apa yang ditarik keluar..? menurut kedua pengertian ini setiap orang atau individu memiliki potensi yang dibawa sejak lahir, yang dapat dikembangkan. Potensi ini masih tersimpan dan belum berkembang. Tugas pendidikan asdalah menarik keluar, membawa keluar potensi-potensi yang dimiliki anak, yang berarti membina dan mengembangkannya sehingga menjadi realita atau kenayataan, suatu realita yang termanifestasi dalam wujud-wujud keberhasilan pendidikan.
            Tugas pendidik dalam pendidikan adalah membimbing, memimpin dan mengarahkan anak didik dalam pertumbuhannya  agar menjadi manusia yang dapat berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri. Kegiatan pendidikan, yakni dilaksanakan melalui hubungan pendidikan antara pendidik dan peserta didik, merupkan upaya yang istimewa dan unik. Istimewa karena dengan pendidikanlah manusia dipersiapkan untuk menjalani kehidupannya, dibukakan jalan untuk mengembangkan kehidupannya. Unik karena mengandung ciri-ciri yang khas yang tidak terdapat pada kegiatan-kegiatan yang lain yang sifatnya selalu situasional dan kontekstual.
            Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kea rah kedewasaan dan kematangan. Arti kedewasaan dalam konotasi ini sangat luas tidak terbatas hanya pada usia kalender, melainkan lebih menekankan pada mental-spiritual, sikap, nalar, baik intelektual maupun emosional, social dan spiritual. Bobot kedewasaan ini akan terungkap dalam kematangannya dalam berfikir, berucap, berperilaku dan membuat keputusan. Sudah barang tentu bahwa kedewasaan dan kematangan yang dimiliki seseorang  merupakan hasil dari kinerja pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya, pendidikan yang tidak hanya terbatas pada pendidikan persekolahan (pendidikan formal).
            Selain itu pendidikan merupakan pemberdayaan sumber daya manusia. Makna pendidikan adalah memberikan kepada seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kekakuan harus ditembus dengan memberikan kebebasan pada peserta didik dan untuk menembus kekakuan yang mungkin selama ini banyak mempengaruhi pelaksanaan pendidikan kia harus ditembus dengan  pelaksanaan memberdayakan peserta didik melalui kebebasan yang bertanggungjawab.
            Pada hakekatnya pendidikan itu bukan membentuk, bukan menciptakan seperti yang diinginkan, tetapi menolong, membantu dalam arti luas. Membantu menyadarkan tentang potensi yang ada padanya, membantu mengembangkan potensi seoptimal mungkin, memberikan pengetahuan dan keterampilan, memberikan latihan-latihan, memotivasi, terlibat dalam pengalaman-pengalaman yang berguna, mengusahakan lingkungan serasi dan kondusif untuk belajar, mengarahkan bila ada penyimpangan, mengolah materi pelajaran sehingga peserta didik bernafsu untuk menguasainya, mengusahakan alat-alat, meningkatkan intensitas proses pembelajaran. Pendidikan menyediakan alternative pilihan, begitu peserta didik telah memutuskan untuk memilih satu alternative, pendidikan siap membantu, siap merangsang dan menjauhkan hal-hal yang dapat mengganggu jalnnya proses.
            Untuk memperjelas pemahaman akan hakekat dan pengertian pendidikan, berikut ini dikemukakan sejumlah pendapat yang dikemukakan para ahli yaitu :
  1. McLeod : Pendidikan berarti perrbuatau atau proses pembuatan untuk memperoleh pengetahuan.
  2. Mudyaharjo : Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaa pendidikan formal.
  3. Muhibinsyah : Pendidikan diartikan sebagai seubah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
  4. Purwanto : Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
  5. UUSPN NO. 20 tahun 2003 : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dari pengertian-pengertian pendidikan yang telah dipaparkan secara luas di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab membimbing anak-aak (peserta didik) mencapai kedewasaan. Dapat juga dikatakan untuk merumuskan pendidikan yang baik harus mengandung sekurang-kurangnya unsur berikut :
  1. Adanya bentuk pendidikan : apakah berbentuk usaha, pertolongan, bantuan, bimbingan, pelayanan ataupun pembinaan.
  2. Adanya pelaku pendidikan : orang dewasa, guru sebagai pendidik, orang tua, pendeta/pemuka agama, pemuka masyarakat, ataupun pimpinan organisasi).
  3. Adanya sasaran pendidikan : orang yang belum dewasa, aak didik, peserta didik.
  4. Adanya sifat pelaksanaan pendidikan : dengan sadarm dengan sengaja, penuh tanggung jawab, dengan sistematis, dengan terencana.
  5. Adanya tujuan yang ingin dicapai : manusia susila, kedewasaan, manusia yang patriot atau warga Negara yang bertanggungjawab.


C. Filsafat Pendidikan
Dengan memahami hakekat pendidikan di atas, alhasil pembaca akan lebih memahami hubungan pendidikan dengan filsafat pendidikan yang dibahas dalam hal ini. Filsafat pendidikan sebagaimana cabang filsafat lainnya mencakup sekurang-kurangnya tiga cabang utama dari filsafat yakni, ontology, epistemology, dan aksiologi. Ontologi yang berasal dari bahasa Yunani yakni Onta yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya  dan Logos yang berarti teori atau ilmu. Dapat dikatakan bahwa ontology membicarakan tatanan dan struktur keyataan dalam arti yang luas. Atas dasar pengertian dari ontology tersebut, maka pandangan ontology dari pendidikan adalah manusia, makhluk mulia, potensi, interaksi, budaya, dan lingkungan. Filsafat pendidikan terwujud dengan menarik garis linear antara filsafat dan pendidikan. dalam hal ini filsafat seolah-olah dijabarkan secara langsung ke dalam penddikan dengan maksud untuk meghasilkan konsep pendidikan yang berasal dari satu cabang atau aliran filsafat. Bila kosep dasar tentang kenyataan yang pada hakikatnya, menurut idealisme adalah hal-hal yang bersifat kerohanian ataupun yang lain yang sejenis dengan itu, maka pendidikan yang tersusun atas ide dan idealisme, maka tujuan dari pendidikan itu adalah megutamakan perkembangan aspek-aspek spiritual dan kerohanian pada peserta didik.
            Kedudukan filsafat pendidikan dalam jajaran ilmu pendidikan adalah sebagi bagian dari fundasi-fundasi pendidikan. Berarti bahwa ilsafat pendidikan perlu mengetengahkan tentang konsep-konsep dasar pendidikan. Sudah merupakan padagan atau pemahaman umum bahwa filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh seseorang atau suatu masyarakat bahkan suatu bangsa merupkan asas atau pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan orang atau masyarakat tersebut atau bangsa itu sendiri, termasuk di dalamnya bidang pendidikan.
            Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariksan sistem-sistem norma dan tingkah laku perbuatan yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pedidikan dan tenaga kependidikan (termasuk guru di dalamnya) dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin agar pelaksanaann pendidika efektif, maka dibuthkan landasan-landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normative dan pedoman pelaksanaan. Sejalan dengan pendapat John Dewey, filsafat merupkan teori umum, sebagai landasan semua pemikiran umum mengenai pendidikan.
            Dari Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan adalah :
  1. Filsafat dalam arti filosofis merupkan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
  2. Filsafat bergungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsaat tertentu yang memiliki relevansi dengan kebutuhan yang nyata.
  3. Filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam mengembangka teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Sangat jelas dikatakan disana bagaimana hubungan dari keduanya karena fungsi filsafat  dalam pendidikan sangat sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. seperti misalnya yang tercantum dalamUndang-undang No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dan dalam undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan Nasional sangat umum sesuai dengan isinya yang sangat luas dan waktu pencapaiannya pun sangat lama, mungkin sepanjang hayat manusia itu sendiri. Tujuan ini merupakan dasar dan pedoman bagi penyusunan kurikulum unuk semua lembaga pendidikan yang ada di Negara Indonesia, baik persekolahan, maupun keluarga dan lembaga lainnya, dan dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai dnegan Perguguruan Tinggi.
            Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan. Dalam filsafat terdapat berbagai aliran ; sehubungan dengan itu maka dalam filsafat pendidikan pun terdapat berbagai aliran. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk digunakan sebagaai bahan pertimbangan dalam mengembangkan kovergensi dari pada filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila. Berikut ini diuraikan berbagai aliran filsafat pendidikan :
    1. Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
    2. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
    3. Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach
    4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
    5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
    6. Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff
    7. Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
    8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
    9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

D. Hubungan antara Filsafat, Pendidikan dan Filsafat Pendidikan
Dapat dikatakan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tidak terpisahkan. Filsafat penddikan mempunnyai peranan yang sangat penting dalam suatu sistem pendidikan, karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan. Pernyataan lain mengatakan suatu usaha untuk mengatasi persoalan-persoalan pendidikan tanpa menggunakan kearifan (wisdom) dan kekuatan filsafat ibarat sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk gagal. Persoalan pendidikan adalah persoalan filsafat. Pendidikan dan filsafat tidak terpisahkan karena akhir dari pendidikan adalah akhir dari filsafat, yaitu kearifan (wisdom). Dan alat dari filsafat adalah alat dari pendidikan, yaitu pencarian (inquiry), yang akan mengantar seseorang pada kearifan.
Filsafat pendidikan memang suatu disiplin yang bisa dibedakan tetapi tidak terpisah baik dari filsafat maupun juga pendidikan, ia beroleh asupan pemeliharaan dari filsafat. Ia mengambil persoalannya dari pendidikan, sedangkan metodenya dari filsafat. Berfilsafat tentang pendidikan menuntut suatu pemahaman yang tidak hanya tentang pendidikan dan persoalan-persoalannya, tetapi juga tentang filsafat itu sendiri.
Filsafat dan pendidikan berjalan bergandengan tangan, saling memberi dan menerima. Mereka masing-masing adalah alat sekaligus akhir bagi yang lainnya. Mereka adalah proses dan juga produk.

(1) Filsafat sebagi proses (philosophy as process)
Filsafat sebagai aktivitas berfilsafat (the activity of philosophizing). Tercakup di dalamnya adalah aspek-aspek: (a) analisis (the analytic), yakni berkaitan dengan aktivitas identifikasi dan pengujian asumsi-asumsi dan criteria-kriteria yang memandu perilaku. (b) evaluasi (the evaluative), berkaitan dengan aktivitas kritik dan penilaian tindakan. (c) spekulasi (the speculative), berhubungan dengan pelahiran nalar baru dari nalar yang ada sebelumnya. (d) integrasi (the integrative), yakni konstruksi untuk meletakkan bersama atau mempertautkan kriteria-kriteria atau pengetahuan atau tindakan yang sebelumnya terpisah menjadi utuh.
Jadi, proses filosofis itu membangun dinamika dalam perkembangan intelektual.
(2) Filsafat sebagai produk (philosophy as product)
Produk dari aktivitas berfilsafat adalah pemahaman (understanding), yakni klarifikasi kata, ide, konsep, dan pengalaman yang semula membingungkan atau kabur sehingga bisa menjadi jernih dan dapat dimanfaatkan untuk pencarian pengetahuan lebih lanjut. Filsafat dengan “P” capital adalah suatu bangun pemikiran yang secara internal bersifat konsisten dan tersusun dari respon-respon yang dibuat terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam proses berfilsat. Pertama-tama, Filsafat memang tampak sebagai suatu jawaban, posisi sikap, konklusi, ringkasan akhir, dan juga rencana final.

E.  Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik.
Filsafat pendidiikan sudah seharusnya dipelajari dan didalami oleh setiap orang yang memperdalam ilmu pendidikan dan pemerhati pendidikan, terlebih mereka yang memilih profesi sebagai Tenaga pendidik. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Alasan lainnya yakni :
  1. Adanya problema-problema pedidikan dari zaman ke zaman yang mejadi perhatian para ahli masing-masing. Pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraah lahir dan batin masyarakat dan bangsa. Banyak tulisan yang dihasilkan oleh ahli pikir, dan tidak jarang gagasan ahli yang satu mempengaruhi gagasan ahli-ahli yang lain. Guru diharapkan mampu menyelesaikan problema-problema pendidikan yang ada dengan berpedoman pada salah satu aliran filsafat pendidikan.
  2. Dapatlah diperkirakan bahwa bagi barang siapa yang mempelajari filsafat pendidikan dapat mempunyai pandangan-pandangan yang jangkauannya melampaui hal-hal yang diketemukan secara eksperimental dan empirik. Maka dari itu fiilsafat pendidikan dapat diharpakan merupakan bekal untuk meninjau pendidikan beserta masalah-masalahnya secara kritis.
  3. Dapat terpenuhi tuntutan intelektual dan akademik dengan landasan asas bahwa berfilsafat adalah berpikir logis yang runtut teratur dan kritis, maka berfilsafat pendidika mempunyai kemampuan semacam itu. Oleh karena itu diharpkan dapat mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya pribadi pendidik yang baik. Maka mempelajari filsafat pendidikan itu mengandung optimisme menggembirakan.
  4. Dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan.
  5. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
  6.  Dengan filsafat aksiologi guru memahami hal-hal yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut.

III. Penutup
            Dengan pembahasan di atas kiranya pembaca dapat menyadari pentingnya filsafat pendidikan bagi tenaga pendidik dan pemerhati pendidikan dalam usaha pengembangan ilmu pendidikan. Terlebih lagi bagi seorang tenaga pendidik (guru) yang berhadapan langsung dengan peserta didik,  peran filsafat pendidikan bagi guru sangatlah jelas, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.














DAFTAR PUSTAKA
http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-pengembangan-ilmu-pendidikan/
http://intl.feedfury.com/content/16333546-filsafat-pendidikan.html
http://edu-articles.com/guru-dan-filsafat-pendidikan/

http://dedihendriana.wordpress.com/category/filsafat-pendidikan/

Dikatat Filsafat Pendidikan, Tim Pengajar, Universitas Negeri Medan.

Kamis, 01 Desember 2011

PERANAN FILSAFAT DALAM MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN


YOLANDA RAFELLA
309122059
PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FIS UNIMED    
                   
            Mendengar kata manusia tentunya kita langsung dapat melihat diri kita sendiri. Manusia adalah makhluk yang paling mulia yang diciptakan Tuhan diantara makhluk yang lain. Banyak hal yang mendasar yang membedakan manusia dengan makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan. Manusia diciptakan Tuhan dengan segala kelebihan yang tentunya tidak dimiliki oleh makhluk tersebut. Manusia bergerak, berprilaku dan memiliki dorongan nafsu dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam kaitannya dengan perkembangan individu, manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan pendidikan  demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia.
Manusia berkembang secara bertahap mulai dari ia lahir, tumbuh menjadi batita, balita, anak-anak, remaja, dewasa, menikah, tua dan meninggal. Saat sepasang manusia berumahtangga ia akan melakukan hubungan atau dorongan seks yang membuat sepasang manusia tersebut memperoleh manusia baru yang berkembang di perut sang ibu. Manusia baru itu akan memulai perkembangannya dari zigot, janin, hingga pada saatnya dilahirkan dan menghirup penatnya udara dunia ini. Anak yang lahir akan menempuh siklus hidup seperti yang telah penulis sebutkan diaatas. Mulai lahir, batita hingga tua dan meninggal.
            Manusia adalah makhluk yang sangat luar biasa. Ia dapat belajar menciptakan sesuatu yang baru, berprilaku sopan, melakukan aktifitas, berbahasa, menyanyangi tetapi justru dapat juga menyakiti. Kita akan menyayangi sesama saat mereka dan kita saling mengerti, memahami, dan melengkapi. Tetapi saat kita tidak saling mengerti, memahami dan melengkapi tersebut akan timbul berbagai masalah yang berujung pada sikap saling menyakiti.
            Manusia yang menghadapi masalah atau konflik dalam dirinya tentunya akan berpikir apa sebab dan solusi atas masalahnya tersebut. Hal ini sesuai dengan pandangan seorang filsuf tentang manusia, bahwa manusia itu ada karena dia berpikir. Saat ia berpikir dan menemukan solusi atas masalahnya, ia akan melakukan tindakan nyata sehubungan dengan penemuan pemecahan masalahnya tersebut. Tidak hanya saat memiliki masalah, untuk hidup pun manusia harus terus berbuat dan berkreatifitas. Hal ini sudah dapat kita lihat sejak masa prasejarah hingga sekarang. Dimana manusia melakukan sudah mengenal sistem berburu hingga bertani seperti yang masih banyak ditekuni oleh sebagian besar masyarakat indonesia.
            Dalam setiap kegiatan manusia, ia terus belajar dan belajar. Sehingga manusia dapat disebut sebagai animal educandum, yang mana makhluk tersebut dapat didik untuk terus menjadi lebih baik. Manusia dapat berbahasa dan berkata-kata tetapi sejak lahir manusia tidak dapat langsung berbahasa. Dari kecil manusia yang masih balita diajari berkata-kata, mulai dari bahasa ibu hingga bahasa yang ia kenal saat ia dewasa. Dalam hal inilah secara sadar atau tidak manusia terus belajar karena hal ini dapat membantunya berinteraksi dengan orang lain.
            Saat manusia tersebut berinteraksi dengan manusia lain, ia akan cenderung berkelompok dan membangun hubungan sosial. Ia akan merasa sangat sedih dan sakit hati disaat anggota kelompok atau orang-orang yang ada disekitarnya tidak memperdulikan dia. Hal ini disebabkan karena selain memerlukan kebutuhan pokok, manusia juga memerlukan kebutuhan psikologi yaitu penghargaan atau  rasa memiliki antar sesama makhluk hidup.
Kebutuhan pokok yang dimaksud adalah sandang, pangan dan papan. Tatapi kebutuhan manusia tidak sebatas kebutuhan pokok itu saja. Manusia merupakan makhluk yang memiliki banyak kebutuhan, yaitu kebutuhan biologis terdiri dari makan, minum, kawin dan perlindungan kesehatan. Kebutuhan yang lain adalah kebutuhan akan keamanan diri seperti bebas dari rasa takut, rasa tertekan dan mendapat perlindungan hukum. Kebutuhan psikologi seperti rasa ingin disayangi, dihormati, dihargai, dipuji, diperhatikan dan lain sebagainya. Serta kebutuhan mengadakan hubungan sosial serta interaksi dengan manusia lain.
Manusia juga memiliki karakter pribadi masing-masing yang telah dibawa sejak lahir. Setiap manusia memiliki keunikan pribadi yang berbeda yang tidak sama sekalipun anak tersebut terlahir dalam kondisi kembar atau dari sel telur yang sama. Talenta dan potensi lain juga dimiliki setiap anak sejak ia lahir. Dan tentunya mereka berkeinginan untuk mengaktualisasikan dirinya atau dengan kata lain mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
            Interaksi dengan manusia lain ini sering kali terjadi tanpa disadari oleh manusia itu sendiri. Interaksi inilah yang membangun sebuah kelompok masyarakat. Masyarakat yang berinteraksi membutuhkan proses yang panjang untuk dapat menjadi masyarakat yang solid antar anggota masyarakatnya. Interaksi sosial yang terjadi merupakan hubungan yang dinamis yang terus bergerak mengikuti alur atau proses interaksi tersebut.
            Interaksi yang terjadi dalam kehidupan manusia tidak terpatok pada kehidupan keluarga saja tetapi juga kehidupan di lingkungan sekolah. Anak-anak yang bersekolah tentunya melakukan interaksi, baik pada teman-teman maupun gurunya. Hubungan itu semakin erat dikala setiap individu yang berada dalam satu lingkup seperti sekolah, merasakan keterikatan satu sama lain. Bisa dikatakan memiliki rasa simpati dan empati.
            Tetapi interaksi yang dinamis tersebut tidak selamanya melahirkan kegiatan yang positif. Banyak orang yang justru melencenag dari tatanan norma yang seharusnya dilaksanakan. Didalam dunia pendidikan, perlu kita ketahui apa itu pendidikan dan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat.
 Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan manusia. Jadi pada saat manusia itu ada dan masih ada, pendidikan itu telah dan masih ada pula. Pada kenyataannya dapat kita telaah bahwa praktek pendidikan dari zaman ke zaman mempunyai garis persamaan. Garis persamaan atau benang merah pendidikan itu yakni pendidikan adalah bagian dari kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan, pendidikan merupakan kegiatan yang bersifar universal, praktek pelaksanaan pendidikan memiliki segi-segi yang umum sekaligus memiliki keunikan (ke-khasan) berkaitan dengan pandangan hidup masing-masing bangsa.
Perubahan juga terjadi akibat proses belajar itu sendiri. Belajar yang dimaksud disini adalah sebuah proses yang diharapkan mampu mengubah tingkah laku seseorang akan berubah untuk jadi lebih baik lagi. Dengan belajar pengetahuan dan kecakapan seseorang akan bertarnbah. Perubahan tingkah laku dan penambahan pengetahuan ini di dapat lewat suatu usaha.
Ciri-ciri keberhasilan pendidikan pada seseorang dapat terlihat dari rasa tanggung jawab yang kuat terhadap dirinya serta terhadap Tuhan. Mampu mengadakan hubungan sosial dengan bekerja sama dengan orang lain. Mampu menghadapi segala perubahan dunia karena salah satu ciri kehidupan ialah perubahan. Sadar akan dirinya dan harga dirinya sehingga tidak mudah memperjualbelikan dirinya dan kreatif. Peka terhadap nilai-nilai yang sifatnya rohaniah.
Secara keilmuan, psikologi adalah suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari sikap, tingkah laku atau aktivitas-aktivitas di mana sikap, tingkah laku, atau aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Objek Psikologi adalah Jiwa. Perkembangan merupakan suatu proses sosialisasi dalam bentuk irnitasi yang berlangsung dengan adaptasi (penyesuaian) dan seleksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah keturunan, lingkungan, dan manusia itu sendiri. Hukum tempo perkembangan menyatakan bahwa tiap-tiap anak memiliki tempo perkembangan yang berbeda. Anak juga memiliki masa peka, yaitu suatu masa di mana suatu organ atau unsur psikologis anak mengalami perkembangan yang sebaik-baiknya. Bagi seorang pendidik, mengetahui perkembangan anak diperlukan dalam membimbing anak sesuai dengan perkembangannya.
           
Pribadi manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu keseluruhan tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan lingkungan. Jadi kepribadian adalah suatu kesatuan psikofisik termasuk bakat, kecakapan, emosi, keyakinan, kebiasaan, menyatakan dirinya dengan khas di dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan peranan pendidik dalam pengembangan kepribadian adalah menjadi jembatan penghubung atau media untuk mengaktualisasikan potensi psikofisik individu dalam menyelesaikan diri dengan lingkungannya.
Landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktik pendidikan dan atau studi pendidikan. Praktik pendidikan merupakan kegiatan sehari-hari yang kompleks sebab kegiatan pendidikan terjalin dengan kegiatan lain seperti kegiatan ekonomi, kewarganegaraan, kesenian, sosial dan teknologi. Kegiatan pendidikan juga merupakan kegiatan yang melibatkan dua generasi, yaitu generasi tua dan generasi muda. Generasi tua melakukan pewarisan nilai-nilai, norma serta unsur kebudayaan sehingga membutuhkan waktu lama, dana yang besar, tenaga yang profesional, dedikasi dan pengorganisasian pendidikan. Sedangkan generasi muda, praktik pendidikan merupakan belajar untuk mandiri serta tanggung jawab sehingga dapat hidup dalam masyarakat.
Dalam kaitannya dengan praktek pendidikan maka asumsi-asumsi tentang hakikat manusia akan memberikan dasar rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya. Landasan tersebut merupakan rumpun keilmuan pendidikan yang terdiri dari filsafat pendidikan, paedagogiek, andragogiek, teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran berserta berbagai ilmu bantu dalam analisis dan memecahkan masalah-masalah pendidikan, pengajaran dan pembelajaran. Dengan kata lain, fungsi landasan pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau fungsi studi pendidikan.
Bila seorang pendidik keliru tentang hakikat manusia yang merupakan peserta didiknya maka hasil dari proses pendidikan akan melenceng jauh dari yang diharapkan. Akibatnya akan membuat peserta didik tidak mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai statusnya berdasarkan nilai dan norma yang diakui, kehilangan jati dirinya, sikap dan perilakunya tidak sesuai dengan kodratnya sebagaimana mestinya serta ilmu yang dimilikinya tidak bermanfaat bagi orang lain. Landasan pendidikan yang dimaksud adalah landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari teligi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Yang kedua adalah landasan filosofis pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau stufi pendidikan. Landasan yang ketiga adalah landasan ilmiah pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka prakek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan dan lain sebagainya.
Selanjutnya, ada dua landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, yakni landasan psikologis yang akan membekali tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan cara-cara belajarnya, dan landasan IPTEK yang akan membekali tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran.
Landasan Filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti; Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dsb.
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan sangat pentingdalam pewarisan dan pengembangan iptek.
 Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.

Praktik pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua tindakan pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang diakui karena pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat normatif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian maka praktik pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan dengan dasar dan terencana. Artinya, praktik pendidikan harus memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas dan tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta efektif cara-cara pelaksanaannya.
Landasan pendidikan berangkat dari asumsi-asumsi hakikat manusia yang tidak dapat dipahami sebagian dan mengabaikan yang lainnya. Asumsi-asumsi hakikat manusia harus dipahami secara komprehensif dan menyeluruh. Oleh karenanya berbagai asumsi hakikat manusia harus diintegrasikan untuk membuat landasan pendidikan itu kokoh dan konsisten.
Landasan pendidikan yang kokoh akan menjadi titik tolak praktik pendidikan. Landasan pendidikan akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, memilih cara-cara pendidikan dst. Dengan demikian praktik pendidikan diharapkan menjadi mantap, sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta betul-betul akan dapat dipertanggungjawabkan.
Pendidikan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, potensi rasa dan karsanya agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Oleh karenanya tidak hanya outputnya saja yang menjadi perhatian tapi juga proses pelaksanaan dan evaluasinya.
Asumsi hakikat manusia dalam merencanakan pendidikan tertuang dalam landasan pendidikan. Landasan pendidikan melihat manusia dari segala aspeknya, mulai dari fisik dan psikisnya serta kaitannya dengan lingkungan tempat dimana ia tinggal dan bersosialisasi. Landasan pendidikan juga berbicara tentang pandangan, pendekatan dan proses perencanaan, pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pendidikan maka peserta didik dimanusiakan sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaannya.
Sedangkan filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  
Beberapa ajaran filsafat yang  telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis. Yang kedua adalah Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif. Yang ketiga adalah Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi. Dan yang terakhir adalah Pragmatisme yang merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Mengingat banyaknya permasalahan yang terjadi dalam kehidupan manusia terutama dalam hal pendidikan, aliran pragmatis merupakan aliran filasafat yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mengapa ? karena aliran ini beranggapan bahwa manusia dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya. Manfaat filasafat dalam kehidupan manusia adalah sebagai dasar dalam bertindak, mengambil keputusan, media pengurang konflik, dan lain sebagainya.
Manusia harus berupaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi nya, baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Peranan filsafat pendidikan ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu yang pertama. Metafisika, yakni bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak.
Yang kedua adalah epistemologi. Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu kesituasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?
Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat / kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi.
Guru tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
Yang ketiga adalah aksiologi. Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan.
Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.
Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan. Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memahami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.





























DAFTAR PUSTAKA
-       Kneller, George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. John Willey Sons   Inc, New York.
-         Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung.
-         Sindhunata. 2000. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Kanisius, Yogyakarta
-         Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu. Balai Pustaka, Jakarta
-         Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. PT Bayu Indra Grafika, Yogyakarta.
-         Soekanto, soerjono. 2007. Sosiologi suatu pengantar. Raja grafindo, Jakarta.
-         Suriasumantri, s jujun. 2005. Filsafat ilmu. Pustaka sinar harapan, Jakarta
-         Tim pengajar, 2011. Diktat Filsafat Pendidikan. UNIMED, Medan