Senin, 28 November 2011

LANDASAN POKOK PENDIDIKAN MEMBINA MANUSIA YANG MANUSIAWI
Oleh : Syarifah Hanim
NIM : 309 122 057
FILSAFAT
SOSIOLOGI
HUKUM
 



*      Landasan-Landasan Pendidikan
Pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia. Pendidikan adalah suatu bagian dari proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak darisejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Oleh karena itu, dalam proses pelaksanaan pendidikan  paling tidak harus dilandasi nilai-nilai agama, filsafat, sosiologi, hukum dan moral. Berikut ini adalah keterangan dari landasan-landasan yang diperlukan didalam dunia pendidikan.
ÿ    Landasan Agama
Kita percaya bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk tujuan yang mulia. Landasan agama merupakan landasan yang paling mendasari dari landasan-landasan pendidikan, sebab landasan agama merupakan landasan yang diciptakan oleh  Allah SWT,  yakni  Tuhan yang Maha Kuasa. Landasan agama itu berupa  firman Allah SWT dalam kitab suci Al  Qur’an dan Al Hadits berupa risalah (tuntunan) yang  dibawakan oleh Rasulullah (utusan Allah) yakni Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam (SAW) untuk umat manusia, berisi tentang tuntunan-tuntunan atau pedoman hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akherat nanti, serta merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Dalam Al Qur’an dan Al Hadits dijelaskan  bahwa pendidikan memiliki kedudukan yang sangat mulia. Terdapat banyak ayat  Al Qur’an  yang memiliki makna substantif tentang pendidikan. Seperti pada Surat Al Alaq ayat 1-5 yang merupakan surat pertama diturunkan dalam Al Qur’a’n.
1.      “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan.”
2.       “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
3.      “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.”
4.      “Yang mengajar manusia dengan perantara kalam.”
5.      “Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”


Demikian pula pada Al Qur”an Surat Al Mujadalah  ayat 11, “ Allah  mengangka orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat.” Terdapat dalam Hadits Nabi Muhammad SAW, artinya demikian:
“ Carilah ilmu mulai dari buaihan sang Ibu sampai keliang lahat (meninggal).”
Demikian pula, Hadits Nabi tentang kewajiban mencari ilmu:
“ Mencari ilmu diwajibkan bagi kaum muslim laki-laki dan perempuan” (HR.
Bukhori Muslim).”
Agar manusia tidak tersesat, terutama bagi orang-orang yang beriman. Nabi Muhammad SAW berpesan melalui Hadits yang artinya, “Telah aku tinggalkan dua perkara yang apabila engkau memegang teguh keduanya, engkau tidak akan tersesat, kedua perkara itu adalah Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi (Al Hadits).”
Pada Landasan Agama  terdapat pula tuntunan untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akherat, sebagaimana pada Hadits Nabi Muhammad SAW, artinya;
“Barang siapa menginginkan kebahagiaan dunia, maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan kebahagiaan akherat, maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya (kebahagiaan dunia dan akherat), maka dengan ilmu.”
Pendidikan agama itu juga merupakan proses inkulturasi dari masyarakat untuk mewariskan nilai-nilai agama kepada generasi berikutnya agar nilai-nilai tersebut tidak hilang. Pendidikan agama yang dilaksanakan oleh masyarakat merupakan investasi jangka pendek maupun jangka panjang, yang senantiasa berproses seumur hidup. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama yang telah ditetapkan maka partisipasi dari komponen-komponen sosial sangat dibutuhkan. Keseluruhan komponen-komponen yang ada pada masyarakat (keseluruhan pranata sosial) yakni pranata ekonomi, politik, kebudayaan, teknologi, pendidikan, harus berjalan secara seimbang dan serasi dengan yang lain serta harus saling mendukung agar tujuan dari pendidikan agama yang dilaksanakan dapat sesuai dengan yang diharapkan.
ÿ    Landasan Filsafat
Landasan filsafat merupakan salah satu dasar yang dipakai dalam pelaksanaan proses kegiatan pendidikan. Filsafat telah ada sejak manusia itu ada (Pidarta, 2001). Manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat sudah memiliki gambaran dan cita-cita yang mereka kejar dalam hidupnya, baik secara individu maupun secara kelompok. Gambaran dan cita-cita itu makin lama makin berkembang sesuai dengan perkembangan budaya mereka. Gambaran dan cita-cita itu yang mendasari adat istiadat suatu suku atau bangsa, serta norma dan hokum yang berlaku dalam masyarakat. Demikan pula pendidikan yang berlangsung di suatu suku atau bangsa tidak terlepas dari gambaran dan cita-cita. Hal ini yang memotivasi masyarakat untuk menekankan  aspek-aspek tertentu pada pendidikan agar dapat memenuhi gambaran dan cita-cita mereka.
Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai akar-akarnya memengenai pendidikan (Pidarta, 2001). Terdapat sejumlah filsafat pendidikan yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia. Namun demikian  semua filsafat pendidikan  itu sebagai dasar pendidikan akan menjawab tiga pertanyaan pokok, yakni:
• apakah pendidikan itu?
• apa yang hendak dicapai oleh pendidikan?
• bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan itu?
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan berusaha  mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa mengapa, kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan  itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan kete[patanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang biasa diamati hanya sebagian kecil saja. Diibaratkan mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat yang diatas permukaaan laut saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan renungan yang kritis. Nilai-nilai filsafat yang meliputi kemampuan ilmah berfikir kritis, kearifan, kebijaksanaan, ketuhanan dan ketelitian, menjadi landasan yang dalam pelaksanaan pendidikan untuk membina peserta didik menjadi manusia yang berkualitas.

ÿ    Landasan Sosiologi
Dasar sosiolagis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat.Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi  pendidikan meliputi empat bidang:
1.      Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2.      Hubunan kemanusiaan.
3.      Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4.      Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.
Ada sejumlah definisi tentang sosiologi, namun walaupun berbeda-beda bentuk kalimatnya, semuanya memiliki makna yang mirip. Pidarta (2001) menyatakan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau social di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.


Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Empiris, merupakan ide utama sosiologi sebagai ilmu. Sosiologi bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di masyarakat.
2.      Teoretis, merupakan peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi  berikutnya.
3.      Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori-teori itu akan berakumulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4.      Non etis, karena teori itu menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu-individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.

      Sejalan dengan lahirnya pemikiran tentang pendidikan kemasyarakatan, pada abad ke-20 sosiologi memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah proses pendidikan yang bisa mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Perwujudan cita-cita pendidikan sangat membutuhkan bantuan sosiologi. Konsep atau teori sosiologi memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina para siswa agar mereka bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman. Para guru dan pendidik lainnya akan menerapkan konsep sosiologi di lembaga pendidikan masing masing. 
      Salah satu bagian sosiologi yang dapat dipandang sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan ini membabas sosiologi yang terdapat pada pendidikan. Sosiologi dan sosiologi pendidikan saling terkait. Mari kita lihat bagaimana bagian-bagian sosiologi memberi bantuan kepada pendidikan dalam wujud sosiologi pendidikan. Pertama-tama adalah tentang konsep proses sosial, yaitu suatu bentuk hubungan antar-individu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Proses sosial menjadikan seseorang atau kelompok yang belum tersosialisasi atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi atau sosialisasinya semakin meningkat. Mereka semakin kenal,semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dan sebagainya.

ÿ    Landasan Hukum
Tiap-tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua tindakan yang dilakukan di negara itu didasarkan pada perundang-undangan tersebut. Apabila terdapat suatu tindakan yang bertentangan dengan perundangan itu, dikatakan tindakan itu melanggar hukum. Negara Republik Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, ketetapan sampai dengan surat keputusan. Semuanya mengandung hukum yang patut ditaati.
Landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Landasan hukum seorang guru boleh mengajar misalnya adalah adanya surat keputusan tentang pengangkatannya sebagai guru. Yang melandasi atau mendasari guru menjadi guru adalah surat keputusan itu beserta hak-haknya. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan. Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh aturan-aturan baku ini, contohnya aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, supervisi, yang sebagian besar dikembangkan sendiri oleh para pendidik.
Pasal pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, dan sistem pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.
Undang undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, estándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Sebagai implikasi dari landasan hukum pendidikan, maka pengembangan konsep pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik dan pendidikan profesional.

LANDASAN PENDIDIKAN PADA PERKEMBANGAN MORAL ANAK DIDIK


Nama              : Hotnida Simanjuntak
Nim                 : 309 122 025
M.Kuliah        : Filsafat Pendidikan


A.                Latar Belakang

Jika kita berbicara tentang moral ,kita lebih dulu menyelidiki bagaimana kehidupan bangsa kita yang mengalami krisis moral yang hampir menyelimuti seluruh kehidupan manusia . Dimana moral bangsa yang sudah buruk.Hal ini tampak dari banyaknya penyelewengan yang di lakukan oleh manusia akibat moral yang kurang baik dan telah pudar.KKN masih marak dimana mana ,ledakan bom,teror meneror bom menjadi kebiasaan.Dan kekerasan di anggap sebagai salah satu cara yang paling baik dalam menyatakan ketidakpuasan..Dan pada saatnya, perkembangan manusia telah mengalami kemajuan yang menggantungkan kehidupan manusia pada bidang perindustrian dan hedonisme. Dengan orientasi hidup tersebut, moralnya pun mengalami kemunduran perlahan-lahan. Nilai-nilai kehidupan manusia pun mengalami perubahan, terutama dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Berbicara sesuka nya tanpa memperdulikan bagaimana perasaan orang lain

 Para pengamat pendidikan mengatakan ,mentalitas korup yan melanda masyarakat Indonesia terjadi karena adanya kesalahan dalam bidang pendidikan. Anak didik di arahakan mengejar kecerdasan intelektual(IQ)dengan mengukur prestasi berdasarkan peringkat.Sementara kecerdasan emosi (EQ)  yang mengarahkan anak untuk menghargai proses,kejujuran dan etika tidak di perhitungkan sebagai bagian dari prestasi. Kualitas kemanusiaan selalu berkenaan dengan nilai-nilai moralitas yang teraplikasi dalam kehidupan nyata, baik dalam kehidupan individual dan sosial, maupun dalam bentuk hubungan dengan alam dan Penciptanya. Situasi serta kondisi bangsa Indonesia saat ini begitu kacau dimana orang yang melakukan praktik korupsi, kolusi dan nipotisme serta melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum kelas kakap merupakan mereka yang berwawasan, berintellektual, dan berpendidikan tinggi. Hal ini karena intellektual dan pendidikan yang tinggi ini tidak diimbangi dengan karakter jujur dan bersih. Pada titik ini agama dapat menempatkan posisinya dengan penjaga gawang norma dan nilai-nilai keimanan, kejujuran, serta menumbuhkan karakter-karakter bangsa yang kuat, bersih, dan adil.

Moral merupakan salah satu masalah terbesar dalam pembangunan masyarakat Indonesia. Dilema buruknya moral bangsa Indonesia menjadi salah satu penyebab sulit berkembangnya bangsa ini untuk keluar dari masalah krisis. Memang agak jauh jika mencoba mencari titik temu antara perbaikan kesejahteraan masyarakat dengan perbaikan moral masyarakat. Namun jika moral/akhlak masyarakat dan pemimpin bangsa Indonesia baik, bukan tidak mungkin tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat. Menumpuknya persoalan bangsa ini tidak lepas dari perilaku kotor sejumlah elit poitik. Banyaknya kasus korupsi menjadi indikator bahwa moral bangsa ini sudah dibawah titik terendah

Kita perlu mengetahui  bahwa moral itu penting untuk kita sadari terutama untuk pembangunan mental bangsa kita.Karena pengertian yang jelas dari sesuatu akan memberikan dorongan yang kuat untuk hidup sehari-hari, pengertian yang jelas tentang moral dengan sendirinya akan mendorong kita kepada kehidupan kesusilaan yang tinggi.Dan kita harus mengetahui bahwa kesusilaan yang tinggi adalah moral dasar dalam pembangunan dan kehidupan bangsa.
Kata moral berasal dari bahasa latin Mores.Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan ,tabiatatau kelakuan .Moral dengan demikian dapat di artikan ajaran kesusilaan.Moralitas berartihal mengenai kesusilaan. Dalam kamus bahasa indonesia dari W.J.S.Poerwadarminto terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik  buruk  perbuatan dan kelakuan sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan asas-asas akhlak (moral).Dari keterangan tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan .memuat tentang baik buruknya perbuatan.Jadi perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk .Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan sengaja .Memberikan penilaian atas perbuatan dapat di sebut memberikan penilaian etis atau moral. Jadi intinya sasaran dari moral itu adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan aturan yang mengenai perbuatan perbuatan manusia itu. Untuk itu saya mencoba membahas mengenai perkembangan moral manusia itu sedalam dalamnya menggunakan landasan filsafat.

B.Pembahasan

            Manusia yang menghendaki hidup yang damai ,aman tentran ,nyaman ,dan penuh kepuasan ,serta sejahterah ,modal dasarnya terletak pada kadar serta bobot moral (akhlak) yang melekat pada dirinya .Menjadi individu yang dewasa dan berakhlak mulia bukan merupakan suatu proses yang mudah dan sederhana .Hal tersebut menuntut perjuangan yang sungguh sungguh dari lingkungan pendidikan (keluarga,sekolah,masyarakat dan pranata pranata lainnya ).

Dalam diktat Moral (akhlak) mulia itu harus terintegrasi dalam totalitas kehidupan manusia itu yang meliputi ,mulia dalam berucap, mulia dalam bergaul,mulia dalam bergagasan ,mulia dalam bekerja ,mulia dalam berbisnis ,mulia dalam berpolitik,mulia dalam bergaul ,mulia dalam bermasyarakat (Nursid sumaatmadja.2002:53) Ada dua pendapat umum mengenai motivasi seseorang melakukan perbuatan moral. Pendapat pertama menyatakan bahwa perbuatan moral muncul karena ada dorongan dari dalam diri seseorang, yaitu pengaruh akal dan keinginan. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa perbuatan moral muncul karena pengaruh dari luar yaitu motif-motif masyarakat. bahwa agama ,filsafat ,sosial, dan hukum adalah sebagai sumber nilai bagi individu dan masyarakat ,perwujudannya muncul dari perilaku perbuatan serta tindakan manusia dalam bentuk reaksi emosional  intelektual spritual ,sosial,dan ketrampilan terhadap lingkungannya .Tinggi rendahnya kualitas manusia terhadap lingkungannya di pengaruhi oleh kadar dan bobot etika serta moral yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan .Kualitas dan bobot dan kadar tersebut kembali kepada pendidikan sebagai proses serta kegiatan yang dialami individu masing masing.Dalam diri manusia  sebagai peserta didik dan hasil dari proses pendidikan yang pada akhirnya menjadi Sumber Daya Manusia .Moral merupakan muara dari mekanisme aliran nilai nilai agama ,filsafat,sosial dan hukum .Oleh karena itu ada lima landasan agama,filsafat,sosial,hukum dan moral merupakan system yang terpadu yang pada hakikatnya merupakan satu kesatuan.

Masalah moral sudah diberikan pada anak-anak pada mata pelajaran agama. Dimana dalam ilmu agama tersebut sang anak dituntut untuk mempunyai pribadi yang bagus dengan akhlak yang terpuji. Namun sama seperti pelajaran PMP/PPKN, hasil dari pendidikan agama tersebut belum terasa memuaskan. Hal ini mungkin lebih disebabkan guru dan murid yang hanya mengejar nilai tinggi dalam pelajaran tersebut, tanpa diimbangi oleh perbaikan moral dan akhlak mulia dari muridnya. Jika kita perhatikan para anak didik sekarang baik yang sudah mahasiswa masih banyak yang berbicara kotor kepada kawannya.Kata kata kasar seperti anjing ,babi ,taik dan lainnya yang masih sulit untuk di ubah .Dan hasilnya itu menjadi suatu kebiasaan yang sulit di ubah karena sudah mengakar dalam kehidupannya .Terus sebagai mahasiswa nantinya yang akan sebagai pendidik dapat juga berbicara demikian baik sengaja maupun tidak.Sehingga hal tersebut harus di hindari supaya Anak didik yang nantinya terjun kemasyarakat dapat mengubah tingkah lakunya .Dampaknya dalam fenmena sekarang ini walaupun anak didik sudah mendapatkan pendidikan akhlak namun masih banyak al hal yang menyimpang yang dilakukan  berkonflik diantaranya tawuran,merokok ,menggunakan narkoba ,melawan guru/orangtua dan lainnya.

Penanaman , pemeliharaan ,dan pembinaan moral pada diri seseorang tidak dapat di lakukan dalam waktu singkat serta terputus putus , melainkan harus di mulai sejak usia dini sampai dewasa dan sepanjang hayat dengan cara berlanjut serta berkesinambungan.Pembinaan perilaku ,sifat dan sikap yang di harapkan melekat pada kepribadian tidak dapat berhasil dalam waktu yang singkat karena proses mental dan psikologi itu bertahap, ber kelanjutan ,berkembang dalam waktu yang lama.Oleh karena itu pembinaannya harus di mulai sejak bayi , bahkan menurut pakar psikologi, perkembangan sudah dimulai sejak bayi dalam kandungan  .Jadi sesuai dengan itu maka calon ibu di waktu mengandung berupaya menciptakan kondisi yang mendukung terhadap pembinaandan pembentukan akhlak atau moral yang dapat mempengaruhi potensi prilaku bayi yang akan lahir.Setidak - tidaknnya  ibu selama mengandung berusaha menjauhkan diri dari perbuatan perbuatan atau tindakan yang kurang mendukung terhadap pembinaan dan pembentukan moral (akhlak) mulia yang mungkin akan mempengaruhi potensi bayi dalam kandungan .Hal ini dilanjutkan dengan pembina akhlak  mulia di sekolah di masyarakat,terutama para pemimpin dan tokoh di tengah tengah masyarakat vsupaya memperhatikan akhlak mulia ,karena tokoh atau pemuka masyarakat terutama para pemimpin adalah panutan dalam kehidupan dan hidup peserta didik.

 Mendasarkan diri pada nilai pertimbanan moral merupakan keharusan  Hal itu dapat di tempuh denan bertindak jujur mengasah nurani,meningalkan pemujaan daging ,tidak melempar tanggung jawab,tidak membiarkan embrio korupsi tumbuh di masyarakatMenjadi seorang pemimpin harus mengikatkan diri pada moralitas yang baik  Hal ini dapat di terapkan bagi anak didik.  Namun bagaimanakah ke depannya jika moral anak didik sudah tidak baik lagi dan di bawa  kemanakah negara kita ini??? . Hal ini tentu perlu di perhatikan oleh tenaga pendidik dan orang tua agar dapat membawa  anak terhadap perkembangan yang positif .Peserta didik di pandang sebagai manusia yang  memiliki kemampuan yang dapat berkembang  dan mmemiliki kemampuan yang dapat berkembang dengan baik apabila di libatkan secara aktif dan dengan penuh semangat dan motivasi dalam aktivitas pembelajaran  Karena itu sejak dini dalam diri peserta didik perlu ditanamkan dan di bina disiplin ,kerja keras dan rasa hormat.

Moral dan kesadaran moral manusia

Dari sejarah pertumbuhan dan perkembangan manusia di ketahui bahwa mengenai masalah moral ,manusia itu berkembang dari pramoral ke bermoral.artinya dari  belum mengetahui moral menjadi memahami atau bermoral.Dari segi psikologi bahwa dalam tingkat perkembangan seorang anak (normal) umumnya mereka itu akan sampai pada sampai pada usia yang di sebutkan morale age tahun tahun dimana anak tersebuttelah mengenal (secara naluriah)bahwa berbohong,mencuri ,telanjangdi muka orang lain berbuat gaduh dan tidak senonoh dan sebagainya semuanya itu dalah perbuatan yang tidak baik,tercela,tidak sopan ini merupakan pada usia 3-5 tahun.Sebab itu bila terdapat seseorang yang telah dewasa tetapi miskin dari segi moral di buktikan dari kelakuannya yang tidak mengenal sopan santun ,jauh dari adat istiadat yang baikmaka dari segi etiks dikatakan bahwa anak tersebut salah didik .Kesalahan utama dengan sendirinya di timpakan kepad ibu yang mengandungnya.Karena sebagiai pendidik pertama  dari anak anaknya .Salah didik ,karena tidak memiliki kesadaran moral.

Kesadaran moral itu sifatnya individual,ukuran kesadaran seseorang tidak sama .Dari pramoral  ke bermoral dengan sendirinya sudah melalui suatu jalur proses perjalanan hidup  salah satunya dapat melalui pengalaman sendiri dan kedua adalah melalui pendidikan.Itu berarti menjadi bermoral itu dapat di capai dengan cara belajar atau mempelajarinya.ini merupakan suatu tuntunan bahwa anak anak tidak bisa di biarkan terus hanya memiliki perbendaharaan moral yang bersifat naluriah tetapi harus ditingkatkan nilainya menjadi seorang yang bermoral karena memiliki kesadaran moral yang tinggi.Pengertian kesadaran moral (moral consciousshess)dalam filsafat mempunyai interpretasi arti yang utuh,bulat tidak terpecah ke dalam interest-interest pribadi.Kesadran moral mengandung nilai yang tertinggi yang seharusnya di miliki oleh setiap pribadi jadi manusia yang bermoral.Konswekuensi psikologis dari adanya kesadaran moral itu ialah bahwa kesadaran moral itu menggugah timbulnya rasa wajib yaitu :
ü  Wajib berbuat baik,wajib tolong menolong,wajib cinta kepada tanah air dan sebagainya
ü  Bahwa kesadaran moral itu menggugah rasa kemanusiaan ,rasa persaudaraan rasa ingin berkorban bagi kepentingan orang lain rasa mau berbuat kebajikan .
ü  Bahwa kesadaran moral itu membangkitkan rasa instropeksi kesediaan memeriksa diri sendiri ,rasa selalu menggap diri serba kekurangan ,penuh dengan dosa,

Sebenarnya rasa instropeksi diri (kesadaran memeriksa diri sendiri  sebenarnya jarang orang yang masih mempunyai waktu ,untuk merenungkan”kejadian dirinya sendiri”,apalagi yang berupa cacat,kekurangan kekurangan ,kesalahan kesalahan atau kejelekan diri sendiri.Kebanyakan instropeksi itu hanya terrah pada mencari kesalahn sendiri , pada perbuatan perbuatan negatif yang mungkin telah di perbuat pada orang lainsengaja ataupun tidak dan dengan menyadari akan adanya kesalahan itu  jiwa ini berjanji pada dirinya sendiri untuk hari hari esokakan berbuat lebih baik.kesadaran mengadakan instropeksi menjadikan seseorang itu bersikap rendah hati sehingga merasa mau untuk mengingat apalagi membangkitkan kebaikan yang pernah di buat bagi orang lain.

Teori Perkembangan Moral

Dalam bukunya the moral judgement of the child (1923)   Teori Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari tahap ke tahap yang lebih tinggi. Yang ,melatar belakangi nya adalah bagaimana pikiran manusia menjadi semakin hormat pada peraturan  Ia mendekati pertanyan itu dari dua sudut pertama kesadaran dari segi peratutan (sejauh mana peraturan di anggap sebagai pembatasan ) dan kedua pelaksanaan peraturan.Bagi anak anak semua peraturan adalah sama ,maka proses perkembangan rasa hormat pada peraturan moral sama jugadengan proses pekembangan rasa hormat pada peraturan bermain kelereng  yang lazim di gunakan anak anak di dunia.Dan jarang di lakukan orang dewasa dan mempunyai peraturan yang jarang di campuri orang dewasa .Orientasi peaturan berkembang dari sikap heteronom bahwa peraturan itu berasal dari luar diri seseorang) Ke sikap yang semakin otonom (bahwa peraturan juga ditentukan oleh objek  yang bersangkutan. Pada tahap heteronom anak-anak beranggapan bahwa peraturan berasal dari luar diri mereka ,bersifat suci harus di hormati dan tidak boleh di ubah oleh para pemain.Pada tahap otonom anak –anak beranggapan bahwa peraturan peraturan merupakan hasil kesepakatan bersama antara para pemain.

Pendidikan Moral Manusia
Manusia adalah komponen penentu utama dalam segala arah kegiatan, karena manusia merencanakan dan memanfaatkan semua potensi dalam dirinya untuk kepentingan manusia lainnya, selain berpotensi bagi mambawa kemakmuran bagi dirinya. Karena itu moral manusia itu  harus di perbaiki agar dapat membawa ke arah yang lebih baik.Manusia dalam hal ini sebagai individu anggota masyarakat, kapabilitas dan kualitasnya secara keseluruhan telah teruji melalui sikap, perilaku, serta kemampuan untuk mencari, menciptakan dan menerapkan cara kerja terus dipertahankan hingga generasi ketiga setelah kemerdekaan dan menjadi anak bangsa yang aktif menopang pembangunan dalam segala lingkup dengan menempatkan diri dalam berpartisipasi, serta mendorong dan memberi arah bagi terwujudnya sosok manusia seutuhnya yang beriman, beretika, berkualitas, potensial, kreatif dan berprestasi serta mampu dan tak kenal menyerah dalam memberikan yang terbaik dari dirinya, guna meningkatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan bangsa, baik dalam skala daerah maupun skala nasional. Pendidikan  moral sebagai wahana yang paling efektif dalam melaksanakan proses pembanguan tentulah berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik sebagai manusia yang berkembang. Usaha-usaha yang dilakukan adalah bagaimana menciptakan kondisi edukatif, memberikan motivasi-motivasi dan stimuli-stimuli sehingga akal dan kecerdasan anak didik dapat difungsikan dan berkembang dengan baik.Seorang individu yang tingkah lakunya mentaati kaidah kaidah yang berlaku dalam masyarakat di sebut baik secara moral dan jika sebaliknya ia di sebut jelek secara moral (immoral).
Dengan demikian moral selau berhubungan dengan nilai nilai akan tetapi tidak semua nilai itu merupakan nilai moral .Ada bermacam macam nilai ;nilai logis (benar-salah),nilai estetis (keindahan ) nilai etika atau nilai moral( baik –buruk).Yang mempunyai nilai moral selalu tindakan manusia yang dilakukan secara sengaja secara mau dan tahu dan tindakan itu secara langsung berkenaan dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat manusia .Tindakan yang bersifat moral adalah tindakan yang menjungjung nilai manusia adalah semua tindakan yang menjaga dan menjamin kelangsungan hidup manusia,baik secara individual,maupun dalam kelompok,termasuk  kesehatan,kemerdekaan ,keterjaminan hak- hak asasi.Sebaliknya tindakan yang menghancurkan nilai manusia dan masyarakat itu di sebut immoral (tidak bermoral).Singkatnya semua nilai yang mendukung harkat manusia adalah nilai moral atau etis.Akhlak dan moral bangsa Indonesia kini makin terpuruk. Ini terjadi akibat bangsa ini sudah kebablasan mengartikan dan mengaplikasikan makna demokrasi dan mereka tidak lagi menunjung tinggi nilai-nilai spiritual.Masyarakat kita termasuk para pemimpinnya sudah tidak lagi menjunjung tinggi kemuliaan akhlak dan moral dalam praktik kehidupan sehari-hari.
 Pendidikan tidak mendidik anak mengembangkan budaya proses ,melainkan buday yang serba instan .Mentalitas menyontek,menyogok ,plagiator dllnya menunjukkan rrapuhnya mental anak didik sekarang.Orang tua yang tidak sabar dengan perkembangan anaknya memasukkan ke bimbel,privat atau menyewa guru dengan aaharapan anaknya panadai terkemuka dan dapat bekerja keras tanpa  memperhatikan perkembangan psikologinya .Pendidikan anak yang berbudaya instan menjadi penyebab merajalelanya korupsi artinya berumah bagus ,banyak uang tanpa perlu bekerja keras berarti moral anak dari awal tidak terlatih dengan baik
Dalam pancasila terdapat suatu rangkaian nilai-nilai .Nilai nilai itu adalah nilai nilai moral,karena apabila nilai-nilai itu dilaksanakan,maka harkat manusia indonesia dan bangsa indonesia di jamin,kelangsungan hidup manusia dan bangsa indonesia di mungkinkan.Suatu cabang filsafat yang menyelidiki hal ihwal yang berhubungan dengan moral adalah filsafat moral atau filsafat kesusilaan atau sering juga di sebut sebagai etika .Adapun yang di selidiki etika adalah mengapa dalam diri manusia terdapat suatu kesadaran yang di sebut kesadaran moral,apakah kesadaran moral itu hanya perasaan belaka atau sebenarnya dalam kesadaran moral itu terdapat juga unsur rasionalitasnya; siapa yang menentukan norma-norma moral dan bagaimana norma itu ditentukan; apa atau siapa sebenarnya yang mewajibkan kita untuk berlaku sesuai dengan norma moral atau dengan kata lain, siapa atau apa yang mewajibkan manusia merealisasikan nilai-nilai moral.
Kita harus membedakan etika atau fisafat moral harus dibedakan  dari etiket atau filsafat moral harus di bedakan dari etiket (etiquette =etika kecil) karena etiket adalah kaidah yang menunjukkan  mana yang dianggap sopan dan mana yang tidak sopan dalam lingkungan masyarakat tertentu.Etiket amat tergantung kepada kebudayaan tempatan dan tidak secara hakiki menunjang nilai pribadi manusia dan masyarakat yang dasar seperti kelangsungan hidup ,kemerdekaan ,kebahagiaan dan lain-lain.Secara sederhana belum tentu orang yang tidak sopan (menurut kebudayaan tertentu) sama dengan orang yang immoral.Misalnya saja seorang orang barat menyapa ayahnya dengan nama kecilnya ,bagi orang indonesia hal itu tidak sopan.Tetapi tidak bisa dikatakanbahwa anak itu immoral. Jadi nilai moral itu adalah nilai yang mendukung harkat manusia.Maka kalau kita berbicara mengenai moral sekaligus kita berbicara mengenai manusia sendiri.
. Etika adalah kajian atau pemikiran sistematis, kritis dan mendasar tentang moralitas. Berbeda dengan moral, yang dihasilkan etika bukanlah kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Salah-satu tujuan etika adalah membantu kita mencari orientasi, agar kita tidak hanya ikut-ikutan saja terhadap berbagai pihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup. Karenanya, dengan etika diharapkan kita dengan sadar melakukan segala hal perbuatan dan tatacara hidup. Sehingga kita lebih mampu mempertanggungjawabkan kehidupan kita.aat ini, keberadaan etika sangat diperlukan. Bahkan dinyatakan oleh K. Bartens dalam bukunya yang berjudul ’Etika’, saat ini etika sedang naik daun. Masyarakat yang semakin plural, meliputi berbagai suku, bangsa, bahasa, ideologi dan sebagainya. Mereka masing-masing membawa norma-norma moral yang berlainan satu sama lain. Kesatuan tatanan moral hampir tak ada lagi.Kondisi ini diperparah dengan gelombang globalisasi dan modernisasi yang tiada henti. Gelombang modernisasi telah merasuk ke segala penjuru dan pelosok tanah air. Berbagai perubahan dalam masyarakat pun terjadi. Baik dalam penggunaan teknologi yang semakin canggih, maupun cara berfikir masyarakat pun berubah secara radikal. Rasionalisme, individualisme, sekularisme, kepercayaan akan kemajuan, konsumereisme, pluralisme religius serta sistem pendidikan secara hakiki mengubah budaya dan rohani di Indonesia.
              Filsafat moral tidak dapat di pisahkan dari filsafat manusia.Dalam filsafat manusia orang menyelidiki nilai nilai yang terdapat dalam manusia,sehingga jelas bagi kita mengapa manusia itu berharga .Karena itu setiap calon pendidik misalnya mahasiswa calon pendidik moral nantinya bagi anak didiknya harus di berikan pengantar filsafat,dimana diharap pkan flsafat manusia dipahami juga walaupun hanya sekedarnya.Moral Pancasila adalah moral kefilsafatan yang bertitik-tolak dari manusia juga,artinya hasil usaha pikiran manusia yang mengusahakan terjaminnya kelangsungan manusia dan bangsa Indonesia,usaha yang sudah dirintis oleh para pendiri negara kita.Setelah berbicara mengenai moral,merilah kita berbicara mengenai pendidikan moral.Pendidikan moral dapat dirumuskan sebagai:suatu proses yang disengaja di mana para warga muda dari masyarakat dibantu supaya berkembang dari orientasi yang berpusat pada diri sendiri mengenai hak-hak dan kewajiban mereka,ke arah pandangan yang lebih luas,yaitu bahwa dirinya berada dalam masyarakat dan ke arah pandangan yang lebih mendalam mengenai diri sendiri.Dalam pendidikan moral,guru diharapkan membantu anak didik untuk berkembang.Jadi yang diharapkan bukannya supaya guru dapat menanamkan nilai-nilai moral secara indoktrinatif kepada para siswa.Pendidikan moral tidak berarti membeberkan tetapi para sisiwa dengan sendirinya berlaku sesuai dengan nilai-nilai itu.

              Dari pengalaman dapat dilihat bahwa bentuk pendidikan moral yang berisi nasihat-nasihat dan petuah-petuah hanya mendatangkan kebosanan pada PMP.Satu trend dalam pendidikan moral adalah menghindarkan pemaksaan nilai-nilai pada siswa,sebaliknya diusahakan para siswa itu dibimbing melalui suatu proses ke arah nilai-nilai dan hendaknya mereka disadarkan adanya bermacam-macam ide dan argumentasi dalam bidang nilai sebagai rangsangan untuk berfikir .Disini tampak pula bahwa pendidik moral adalah facilitator yang memberi kemudahan dan kemungkinan kepada para siswa untuk dapat berkembang dalam penalaran moral (moral reasoning) dan melaksanakan nilai-nilai norma.Dalam hal perkembangan penalaran moral,dua tokoh pendidikan telah meletakkan dasar yang kemudian dianut oleh para pendidik moral di banyak negara di dunia.Mereka adalah Jean Piaget(1896-1980)dari Swiss dan Lawrance Kohlberg dari Universitas Harvard di Amerika Serikat. Pendidikan Moral Pancasila sebagai salah satu komponen kurikulum yang berorientasi pada tujuan pendikan,bersama komponen yang lain harus dapat mencapai tujuan pendidikan nasional seperti dirumuskan oleh GBHN 1978;meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,meningkatkan kecerdasan dan keterampilan dan mempertinggi budi pekerti,memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan.Tujuan akhirnya adalah agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan.

              Pendidikan Moral Pancasila adalah bahwa pendidikan moral adalah proses yang sengaja di mana para generasi muda dari masyarakat dibantu supaya berkembang dari orientasi yang berpusat pada diri sendiri mengenai hak-hak dan kewajiban mereka,ke arah pandangan yang lebih luas,yaitu bahwa dirinya berada dalam masyarakat dan ke arah pandangan yang lebih mendalam mengenai dirinya sendiri.Dari teori Piaget dan Kohlberg kita tahu bahwa kesadaran moral dan moral reasoning pada anak didik mengalami perkembangan secara bertahap-tahap.Maka pendidikan moral harus memperhatikan fakta itu,jika pendidikan menginginkan hasil yang efektif.Dengan memperhatikan bahwa kesadaran moral dan moral reasoning pada anak didik,berkembang secara bertahap-tahap,maka tidak boleh kita menyamaratakan mereka sejak dari permulaan SLTP sampai akhir SLTA.Penyamaratakan semacam itu hanya akan membuat pendidikan moral tidak dipahami dan mengundang rasa bosan pada mata pelajaran itu..

Kesimpulan

Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarak sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, keujujuran, keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. Bahkan krisis itu telah melanda generasi muda sebagai penerus bangsa. Adanya sikap, tindakan dan perbuatan yang tidak bertanggung jawab ini bila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi kalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan dan hancurnya tatanan perikehidupan umat manusia. Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moralMasuknya budaya luar bisa dikatakan sebagai penyebab turunnnya moral bangsa Indonesia saat ini. Sebenarnya budaya tersebut tidaklah salah, karena yang salah adalah individu yang tidak mampu menyaring hal-hal yang baik untuk dirinya. Dengan budaya asing yang masuk ke negara kita sekarang ini, banyak orang menganggap bahwa free sex atau materialisme adalah hal yang biasa. Keadaan ini sangat memprihatinkan mengingat banyak remaja yang melakukan hal tersebut dan hal itu yang sering jadi masalah remaja saat ini. Tumbuhnya budaya materialisme juga bisa diliat dari banyaknya orang-orang yang sangat memperhatikan gaya hidup yang terkesan mewah tanpa memperdulikan sekitar dan masa depannya.
Turunnya moral bangsa Indonesia juga diakibatkan oleh perkembangan teknologi saat ini dan hal tersebut bisa kita lihat dengan menjamurnya banyak warnet atau warung teknologi yang memberikan pelayanan terhadap akses internet. Dengan kemudahan ini, banyak orang memanfaatkan fasilitas tersebut untuk mencari gambar atau video porno. Hal ini jika dilakukan terus menerus akan merusak moral bangsa karena pikiran mereka sudah dimasuki oleh doktrin-doktrin barat yang kadang salah tersebut.Keadaan seperti itu tidak bisa dibiarkan saja karena hal itu akan merusak moral bangsa Indonesia dan juga akan membawa buruk bagi perkembangan generasi muda kita. Cara yang paling tepat dalam menanggulangi masalah ini adalah pendidikan dan perhatian dari keluarga. Hal itu bisa diberikan dengan cara pemantapan pendidikan agama, kasih saying yang cukup dan juga keterbukaan.Dan tentunya ini merupakan sebuah tugas yang harus diemban oleh anda para guru sebagai calon tenaga pendidik Indonesia.Norma moral, yang merupakan tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Di sini, bobot kebaikan seseorang tidak diukur dari satu segi saja, melainkan sebagai manusia. Termasuk dalam ajaran moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, kumpulan peraturan atau ketetapan entah lisan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus bertindak agar menjadi manusia yang baik. Dalam hal ini, moral bisa diartikan sebagai kumpulan dari norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.
                 Karena ituperlu dilakukan pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral
                 Pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat.Untuk mengembangkan ilmu pendidikan yang bercorak indonesia secara valid,terlebih dahulu di butuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam tentang ilmu  dan budaya.Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat .

REFERENSI

Mujiran ,Paulus.2003. Kerikil Kerikil Di Masa Transisi.Yoyakarta:pustaka pelajar
BUKU ETIKA  INDIVIDUAL DALAM LANDASAN FILSAFAT MORAL
TIM PENGAJAR UNIMED.2011.FILSAFAT PENDIDIKAN.DIKTAT:MEDAN
http://www.inoputro.com/2011/06/penanggulangan-degradasi-moral-bangsa-indonesia/
http://myrazan.wordpress.com/2010/02/02/perbaikan-moral-masyarakat-indonesia-sebagai-langkah-awal-menuju-peningkatan-kesejahteraan-masyarakat-indonesia/

PENDIDIKAN DARI FILSAFAT ILMU DAN KEBUDAYAAN


Nama              : Nanda Rahmatul Fadilah Dalimunthe
Nim                 : 309 122 047
M.Kuliah        : Filsafat Pendidikan


Latar Belakang        
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa manusia mempunyai rasa ingin tahu rahasia alam dengan menggunakan pengamatan dan penggunaan pengalaman, tetapi sering tidak dapat menjawab masalah dan tidak memuaskan. Pada manusia kuno untuk memuaskan diri, mereka mencoba membuat jawaban sendiri. Misalnya apakah pelangi itu? Mereka tidak dapat menjawab itu tetapi mereka menjawab dengan menagatakan bahwa pelangi adalah selendang bidadari. Manusia juga mempunyai naluri seperti tumbuhan dan hewan, tetapi mempunyai akal-budi, sehingga rasa ingin tahu itu tidak tetap sepanjang zaman. Manusia mempunyai rasa ingin tahu yang berkembang. Apabila suatu masalah dapat dipecahkan, maka akan timbul massalah lain yang menunggu pemecahannya. Manusia akan bertanya terus setelah tahu apanya, maka ingin tahu dan mengapa. Manusia mampu menggunakan pengetahuan yang telah lama diperoleh untuk dikombinasikan dengan pengetahuan yang baru, menjadi pengetahuan yang lebih baru lagi. Hal yang demikian berlangsung selama berabad-abad, dan bahkan selamanya, sehingga terjadi akumulasi pengetahuan. Manusia purba hidup dalam gua-gua, tetapi berkat pengetahuannya yang terus bertambah, maka manusia modern bertempat tinggal dalam gedung-gedung yang kokoh dan indah seperti saat ini. Ilmu pengetahuan itu berkembang kecuali untuk memenuhi kepuasan manusia, juga digunakan untuk keperluan praktis, agar hidupnya lebih mudah dan menyenangkan.     
Isi
Kebudayaan sangat lah berperan dalam pembentukan pendidikan. Negara Indonesia ini sendiri meruakan Negara yang berbudaya yang memiliki bermacam ragam kebuayaannya yang digunakan masyarakat sebagai landasan pendidikan dasar.  Maka dari itu pendidikan tanpa didasari oleh nilai-nilai kebudayaan tidak akan menjadikan pendidikan tersebut sukses.
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter, serta kapasitas fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang diinginkan tercapai. Pendidikan ini dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan dengan enkulturasi semenjak kecil didalam lingkungan keluarganya. Proses enkulturasi bersifat kompleks dan berlangsung hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam lingkaran kehidupan. Enkulturasi  terjadi secara agak dipaksakan selama awal masa kanak-kanak tetapi karena mereka bertambah dewasa akan belajar secara lebih sadar untuk menerima atau menolak nilai-nilai dari masyarakatnya. Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan. Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak diperlukan waktu untuk memahami kebudayaannya sendiri.
Bagi Herskovits, pendidikan adalah “directed learning” dan persekolahan adalah “formalized learning”. Dalam literature pendidikan dewasa ini dikenal istilah pendidikan formal, informal dan non-formal. Pendidikan formal adalah system pendidikan yang disusun secara hierarkis dan berjenjang secara kronologi mulai dari seolah dasar samapai universitas dan disamping pendidikan akademis umum termasuk pula bermacam-macamprogram dan lembaga untuk pendidikan kejuruan. Pendidikan Informal adalah pendidikan seumur hidup yang memungkinkan individu memperoleh sikap-sikap, keterampilan-keterampilan dan pengaruh-pengaruh yang ada di lingkungannya, dari keluarga dn tetangga. Pendidikan non-formal merupakan kegiatan terorganisasi di luar kerangka sekolah formal atau system universitas yang ada. Pendidikan non-formal memusatkan perhatian kepada perbaikan kehidupan social dan kemampuan dalam pekerjaan.
Margared Mead mengenai pendidikan pendidikan dalam masyarakat sederhana (1942), dimana ia memebedakan antara learning cultures dan teaching culture atau kebudayaan belajar dan kebudayaan mengajar. Dalam golongan yang pertama, warga masyarakatnya belajar dengan cara yang tidak resmi yaitu dengan berperan serta dalam kehidupan rutin sehari-hari. Dimana mereka memperoleh segala pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk dapat hidup dengan layak dalam masyaarakat dan kebudayaan mereka sendiri. Dala golongan yang kedua, warga masyarakat mendapat pelajaran dari warga-warga lain yang lebih tahu, yang sering kali dilakukan dalam pranata-pranata pendidikan yang resmi, dimana mereka memperoleh segaa pengetahuan kemampuan dan keterampilan yang mereka perlukan. 
Dalam renungan Leo Tolstoy pendidikan adalah kebudayaan, persoalan pendidikan yang rumit memicu berbagai tingkat dalam berbagai cara, pentingnya masalah pendidikan hingga para filsuf pertama mengembangkan teori-teori formal yang  mengaitkan pendidikan dengan konsepsi politik serta hakikat manusia, ditingkat yang kurang formal orangtua bertanggung jawab mengembangkan prinsip pengasuhan anak dalam masyarakat serta nilai-nilai anak di masa depan sebagai individu dan warganegara. Kedua masalah ini mempunyai konflik yang khusus di masyarakat yang kompleks menuntut cara-cara formal untuk menyalurkan perbaharuan tentang kebudayaan serta pentingnya meneliti fungsi pendidikan dalam kebudayaan. Asumsi ini muncul karena frustasi Tolstoy yang menjangkt di dunia pendidikan secara objektif, Tolstoy melihat usaha pendidikan berlangsung secara otomatis yang terlihat dengan tidak memperdulikan saranan-saranan serta tujuan-tujuan yang sejati yang terbelenggu oleh pemikran-pemikiran dan tata cara tradisional, seorang murid telah diabaikan sebagai factor dalam pemikiran tentang pendidikan.
Tolstoy mendekati pendidikan tanpa akhir dan kepastian, menurutnya kebudayaan dijelaskan dengan berbagai konsep. Menurutnya kebudayaan merupakan sebuah prinsip liberar humanistic yang menjelaskan kesetaraan semua nmanusia dan pentingnya realisasi diri yang tidak mempunyai arah yang pasti bagi kegiatan manusia. Dia melihat ketidak pastian tentang prinsip ini. Hendaknya kita tidak melihat kembali mengenai prinsip pendidikan yang mengarah kepada nilai-nilai tradisional, tapi kita melihat semangat dari kebebasan manusia tentang pendidikan yang mempunyai arah sendiri, konsep ini merupakan konsep radikal yang merupakan titik tolak pendidik pragmatis amerika, tujuan pendidikan dalam ini dikebumikan menjadi kegiatan yang mempunyai tujuan pragmatis yang memiliki dampak yang jelas yang sangat bergantungt pada akal sehat.  
System pendidikan saat ini berorientasi pada pencapaian standart anga yang individual. Kompetensi yang ditawarkan dalam pendidikan sangat individual, tidak bersifat komunl. Pendidikan yang sehatrusnya memperkuat relasi social yang diambil dari unsure-unsur yang sangat local telah berubah menjadi penguatan individual.

Masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri generasi kita. Pendidikan yang dapat diartikan secara luas sebagai usaha yang sadar dan sistematis dalam membantu anak didik untuk mengembangkan pikiran, kepribadian dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita setiap waktu untuk mengkaji kembali masalah tersebut. Hal ini harus dilakukan disebabkan oleh dua hal yakni, pertam nilai-nilai budaya yang harus dikembangkan dalam diri anak didik kita harus relevan dengan kurun zaman di mana anak itu akan hidup kelak dan kedua, usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplissit dan defenitis tentang hakikat dan nilai-nilai budaya tersebut. Keharusan kita untuk bersifat eksplisit dan defenitif ini disebabkan gejala kebudayaan. Masalah ini lebih serius lagi kalau diperhatikan bahwa paada kenyataannya nilai-nilai budaya yang disampaikan lewat proses pendidikan bukan nilai-nilai   budaya yang diperlukan oleh anak didik kita kelak dimana dia akan dewasa dan berfungsi dalam masyarakat melainkan nilai-nilai konvensional yang sekarang berlaku yang dialami dan dipraktekkan oleh orangtua dan guru merek selaku pendidik.

Untuk menetukan nilai-nilai mana yang patut mendapatkan perhatian kita sekarang ini maka pertama sekali kita haru dapat memperkirakan scenario masyarakat Indonesia di masa yang akan dating tersebut, memperhatiikan indicator dan perkembangan yang sekarang ada, cenderung untuk mempunyai karakteristik-kerakteristik sebagai berikut : (1) memperhatiakan tujuan dan strategi pembangunan nasional kiita maka masyarakat Indonesia akan beralih dari masyarakat tradisional tang agraris menjadi masyarakat modern yang urban dan bersifat industry (2) Pengembangan kebudayaan kita ditujukan kearah perwujudan peradaban yang bersifat khas berdasarkan filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia yakni Pancasila.   
           
Karakteristik yang pertama mengharuskan kita untuk memusatkan perhatian kepada nilai-nilai yang relevan dengan masyarakat modern yang sedang dikembangkan. Dibandingkan dengan masyarakat tradisional maka masyarakat modern mempunyai indicator-indikator sebagai berikut : (a) lebih bersifat analitik  di mana sebagian besar aspek kehidupan masyarakat didasarkan kepada asas efisiensi baik yang bersifat teknis maupun ekonomis dan (b) lebih bersifat individual daripada komunal terutama ditinjau dari segi pengembangan potensi manusiawi dan masalah survival.
           
Indicator pertama memberikan tempat yang penting kepada nilai teori dan nilai ekonomi. Nilai ekonomi ini terutama sekali berkaitan erat dengan aspek penalaran, ilmu dan teknologi. Sedangkan nilai ekonomi berpusat kepada penggunaan sumber dan benda ekonomi secara lebih efektif dan efisien berdasarkan kalkulasi yang bertanggung jawab umpamanya pola konsumsi masyarakat. Indicator menimbulkan pergeseran dalam nilai social dan nilai kekuasaan (politik). Kedua nilai ini harus lebih berorientasi kepada kepercayaan pada diri sendiri serta keberanian untuk mengambil keputusan sendiri.    
Pendidikan
            Menurut bahasa belanda, pendidikan berasal dari kata Ofvooden yang artinya member makan. Menurut pemahaman mereka sesuatu yang diberi makan akan tumbuh dan berkembang. Selain makanan jasmani, rohani juga perlu di beri makan agar berkembang dan ada peningkatan. Makanan rohani diberi berupa pendidikan dan pengajaran, berupa pemberian pengetahuan, latihn, dan pemberi pengalaman.  Dalam bahasa inggris, pendidikan adalah education yang artinya adalah the process of training and developing knowledge, skill, mind, character, etc., by formal schooling, teaching, training. (neufeldt and guralnik, 1996). Pengertian ini menekankan bahwa pendidikan tidak hanya mencakup nalar atau intelektual saja, melainkan mencakup pengembangan moral atau kepribadian, karakter atau sikap anak yang meliputi berbagai kecerdasan yang dapat dikembangkan dalam kehidupan anak sebagai manusia. Dalam pengembangan diri anak sebagai manusia dalam kegiatan pendidikan terjadi interaksi dengan lingkungannya yang berlangsung secara formal.  Pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri, pengenalan itu tidak cukup hanya bersifat objektif atau subyektif, tetapi harus kedua-duanya.
            Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan mengarahkan anak dengan berbagai problema atau persoalan dan pertanyaan yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya.Pendidikan juga dapat diartikan sebagai hasil, dimana pendidikan itu merupakan wahana untuk membawa individu mencapai tingkat perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan hakiki dan ciri-ciri kemanusiannya.
Ilmu
Filsafat yang merupakan ilmu dari segala ilmu yang akan mengajarkan pendidikan yang mencakup kebudayaannya dalam kehidupan manusia. Kata filsafat yang dalam bahasa inggris Philosophia, dan bahasa arab falsafash, yang keduanya berasal dari bahasa Yunani yakni, Philosophia. Philosophia terdiri atas dua suku kata yakni philein yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Sehingga secara etimologis filsafat berarti cinta kebijaksanaan dalam arti yang sedalam-dalamnya. Pengertina terminology adalah arti yang dikandung oleh istilah atau kata filsafat itu sendiri.
Menurut beberapa ahli filsafat memiliki pengertian yang berbeda-beda, antara lain; Aristoteles yang mengemukakan filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi politik, dan estetika. Menurut langeveld filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian dan kebebasan. Menurut Notonagoro filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang dapat dan yang tidak berubah, yang disebut hakikat. Dari bermacam pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian filsafat maka dapat diambil kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam sampai pada hakikatnya dengan menggunakan akal atau pikiran manusia. Filsafat bukan mempersoalkan fenomena atau gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa, akan tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu gejala atau fenomena atau peristiwa.
Alkisah bertanyalah seorang awam kepada ahli filsafat yang arif bijaksana, “coba sebutkan kepada saya berapa jenis manusia yang terdapat dalam kehidupan ini berdasarkan pengetahuannya!” filsuf itu menarik nafas panjang dan berpantun :
            Ada orang yang tahu ditahunya
            Ada orang yang tahu di tidaktahunya
            Ada orang yang tidak tahu di tahunya
            Ada orang yang tidak tahu di tidaktahunya
“bagaimanakah caranya agar saya mendapat pengetahuan yang benar?” sambung orang awam itu, penuh hasrat dalam ketidaktahuannya.
“mudah saja, “jawab filsuf itu, “ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu.”
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. Demikia juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri : apakah sebenarnya yang kita ketahui tentang ilmu? Apakah ciri- cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahaun lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana cara kita mengetahui bahwa ilmu itu merupakan pengetahuan yang benar? Kriteri apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? Seperti yang sering kita dengar kalimat pengetahuan belum pasti sebuah ilmu namun ilmu itu sudah pasti lah pengetahuan.   
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaxy. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya darisegi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam pandangan pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu ikatan ilmu dengan moral, ikatan ilmu dengan agama, ikatan ilmu dengan kebudayaan, dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagian kepada dirinya.
Sering kita melihat seorang ilmuan, misal ahli fisika nuklir memandang rendah kepada ahli ilmu social. Lulusan IPA merasa lebih tinggi atau hebat dari lulusan IPS. Atau yang lebih sedih lagi, seorang ilmuan yang memamndang rendah terhadap pengetahuan lain. Mereka meremehkan moral, agama dan nilai estetika. Mereka, para ahli yang berada dibawah tempurung disiplin keilmuannya masing-masing, sebaiknya tengadah kebintang-bintang dan tercengang : lho, kok massih ada langit diuar tempurung kita. Daan kita pun lalu menyadari kebodohan kita sendiri.
Sokrates menyatakan, bahwa saya tak tahu apa-apa. Kerendahhatian sokrates ini bukanlah verbalisme yang sekadar basa-basi. Seorang yang berpikir filsafat selain tengadah ke bintang-bintang, juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang kedua yakni sifat mendasar. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan criteria tersebut dilakukan? Apakah criteria itu benar? Lalu benar itu apa? Seperti sebuah lingkaran maka pertanyaan itu melingkar. Dan menyusur sebuah lingkaran, kita harus mulai dari satu titik, yang awal dan sekaligus akhir. Lalu bagaimana menentukan titik awal yang benar?
Secara terus terang tidak mungkin kita menerima pengetahuan secara keseluruhan begitu saja, dan bahkan tidak yakin kepada tiitk awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mandasar. Dalam hal ini kita hanya berspekulasi dan ini lah yang merupakan karakteristik berpikir filsafat yang ketiga yaitu sifat spekulatif. Kita mulai mengernyitkan kening dan timbul kecurigaan terhadap filsafat : bukankah spekulasi ini suatu dasar yang tidak bias diadakan? Menyusur sebuah lingkaran kita harus mulai dari sebuah titik bagaimanapun juga spekulatifnya. Yang penting adalah bahwa dalam prosesnya, baik dalam analisis maupun pembuktiannya, kita bias memisahkan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak. Dan tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Kita harus menyadari bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai dengan spekulassi. Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Tanpa menetapkan criteria tentang apa yang disebut benar maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang di atas dasar kebenaran. Tanpa menetapkan apa yang disebut baik atau buruk maka kita tidak mungkin berbicara tentang moral. Demikian juga tanpa wawasan apa yang disebut indah atau jelek tidak mungkin kita berbicara tentan kesenian.
Kebudayaan
Makna kebudayaan, secara sederhana berarti semua cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota masyarakat. Dari perspektif lain kita bias memandang suatu kebudayaan sebagai perilaku yang dipelajari dan dialami bersama (pikiran, tindakan, perasaan) dari suatu masyarakat tertentu termasuk artefak-artefaknya, dipelajari dalam arti bahwa perilaku tersebut disampaikan secara social, bukan diwariskan secara genetis dan dialami bersama dalam arti dipraktekkan baik oleh seluruh anggota masyarakat ataupun beberapa kelompok dalam suatu masyarakat. Pada dasarnya gejala kebdayaan dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan, gagasan, dan hasil yang diperoleh, dipelajari dan dialami.
            Kebudayaan merupakan gabungan keseluruhan kesatuan yang ada dan tersusun secara unik sehingga dapat dipahami dan mengingat masyarakat pembentuknya. Setiap kebudayaan memiliki konfigurassi yang cocok dengan sikap-sikap dan keprcayaan dasar dari masyarakat, sehingga pada akhirnya embentuk system yang independen, dimana koherensinya lebih dapat dirasakan dari pada dipikirkan pembentuknya. Kebudayaan dapat bersifat sistemati8 sehingga dapat menjadi selektif, menciptkan dan menyesuaikan menurut dasar-dasar dari konfigurasi tertentu. Kebudayaan akan lancer dan berkembang apabila terciptanya suatu integrasi yang saling berhubungan.
Dalam kebudayaan terdapat subsistem yang paling penting yaitu foci yang menjadi kumpulan pola perilaku yang mnyerap banyak waktu dan tenaga. Apabila suatu kebudayaan makin terintegrasi maka focus tersebut akan makin berkuasa terhadap pola perilaku dan makin berhubungan focus tersebut satu dengan yang lainnya dan begitu pula sebaliknya. Kebudayaan akan rusak dan bahkan bias hancur apabila perubahan yang terjadi terlalu dipaksakan, sehingga tidak sesuia dengan keadaan masyarakat tempat kebudayaan tersebut berkembang. Perubahan tersebut didorongg oleh adanya tingakt integrasi yang tinggi dalam kebudayaan. Apabila tidak terintegrasi maka kebudayaan tersebut akan mudah menyerap serangkaian inovasi sehingga dapat menghancurkan kebudayaan itu sendiri.
PENUTUP
Kesimpulan
            Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang bersifal universal dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup dianut oleh masing-massing bangsa atu masyarakat menyebabkan adnya perbedaan penyelenggaraan pendidikan termasuk perbedaan system pendidikan tersebut. Pusat dari proses pendidikan yang fital adalah keterlibatan dinamis setiap murid secara individu sesuai dengan aspek-aspek tertentu dan pemahaman kebudayaan melalui arahan seorang guru yang memussatkan pada aspek-aspek bidang studi yang dianggap paling berharga. Tidak ada bidang studi yang disakralkan dan harus dipelajari oleh semua murid. Yang harus ditanamkan adalah keterampilan dan kepekaan terhadap bidang studi. Menurut Tolstoy pengetahuan ilmiah merupakan suatu hal yang terpadu. Ilmu pengetahuan sama dengan kebudayaan dimana kebudayaan diambil dan disederhankan. Tiap disiplin akademik bias menjadi jalan untuk memahami konsep kebudayaan. Nilai-nilai budaya yang sangat berperan penting dalam pembentukan pendidikan baik formal maupun non-formal yang ditelaah dengan merenungkan segala sesuatunya. Nilai-nilai kebudayaan inilah yang menjadi jiwa dasar dari segenap wujud kebudayaan. Disamping nilai-nilai kebudayaan filsafat ilmu juga merupakan hal penting dalam pembentukan pendidikan yang nyata itu yang diwujudkan dalam bentuk landasan yang merupakan  kegiatan manusia.serta ilmu yang merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsure dari kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi dalam penbentukan pendidikan tersebut.